Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Papua mengingatkan seluruh rumah sakit di bumi cenderawasih, untuk tidak lagi menagih biaya transfusi darah dari pasien BPJS.
Menurut Ketua PMI Papua Yolanda Tinal, biaya transfusi darah senilai Rp 360.000 sudah dibayarkan oleh pemerintah daerah kepada pihak rumah sakit melalui BPJS. Oleh karenanya, pasien BPJS yang masih ditagih biaya transfusi darah akan dikategorikan sebagai pungutan tak resmi.
“Akan kami pecat langsung jika didapati oknum di rumah sakit yang menjual darah. Memang belum ada temuan maupun laporan. Tapi kita akan pantau terus. Kita sangat serius menyikapi laporan seperti ini,” terang Yolanda kepada pers, disela-sela Musyawarah Kerja Palang Merah Indonesia (PMI) Papua 2018, Kamis (25/1) di Jayapura.
Dia katakan, pasien BPJS disilahkan untuk melapor ke PMI Provinsi Papua jika masih ditagih biaya transfusi darah oleh rumah sakit. Selaku Ketua PMI Papua yang baru, dirinya mengaku siap 1×24 jam untuk mendengar laporan dan akan langsung menelusuri berbagai temuan dari masyarakat.
“Makanya saya harap masyarakat langsung memfoto supaya bisa menjadi alat bukti bagi kami untuk melakukan penindakan. Kami janji akan tegas kepada oknum siapa pun dia,” terangnya.
Kendati begitu, Yolanda menyebut pembebasan biaya transfusi darah masih berlaku pada pasian pemegang kartu BPJS dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sementara bagi mereka yang belum terdaftar, tetap dibebankan biaya transfusi darah atau yang lebih dikenal dengan sebutan pengganti pengolahan darah.
“Sebab memang setiap darah yang ditransfusi itu, ada proses tes di laboratorium kemudian harus disimpan di kantong darah. Nah itu yang kami sebut biaya pengganti pengolahan darah”.
“Sehingga untuk pasian BPJS ini sudah ditanggung dan dibayar oleh pemerintah. Memang mahal karena darah yang ditransfusi itu harus bebas HIV/AIDS. Sekali lagi karena ada biaya penyimpanannya, lab dan kantong. Bahkan biaya pengganti pengolahan daerah ini resmi oleh pemerintah,” ucapnya.