Gunakan Pendampingan Pandawa Agri Indonesia, Dua Petani Perempuan Ini Sukses Raup Panen Tinggi

Nagekeo, 8 Maret 2023 – Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kini semakin mempermudah berbagai sektor usaha, termasuk di bidang pertanian. Kemajuan teknologi, selain mampu mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas hasil panen, juga turut menciptakan lingkungan yang memungkinkan lebih banyak lagi petani perempuan untuk terlibat memajukan sektor ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2019 setidaknya 8 juta petani, atau hampir 24 persen dari total petani di Indonesia, adalah perempuan. Angka ini diharapkan dapat terus meningkat mengingat kontribusi perempuan di sektor pertanian amat besar.

Salah satu perusahaan yang ikut berperan dalam meningkatkan kesuksesan para pelaku usaha pertanian adalah Pandawa Agri Indonesia (PAI). Katarina Kewa (55) dan Siti Hidayah (52) adalah dua petani perempuan asal Mbay yang sukses dalam mengelola lahan pertanian milik mereka dengan memanfaatkan teknologi yang ditawarkan oleh PAI.

Mbay merupakan daerah dengan kawasan sawah terluas di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur dan menjadi lumbung padi bagi wilayah lain di Pulau Flores, seperti Ende, Bajawa, dan Sikka. Dengan luas lahan beririgasi teknis mencapai lebih dari 3.500 hektar, Mbay memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada beras. 

Bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional, Katarina dan Siti menceritakan kisah suksesnya dalam mengelola lahan sawah mereka dengan menggunakan teknologi Pendampingan Pandawa Agri Indonesia (PPAI). Melalui serangkaian intervensi yang diberikan, lambat laun mereka merasakan adanya peningkatan, baik dari sisi produktivitas panen, kualitas hasil beras, dan bahkan kualitas tanah di areal persawahan.

Dorong Peningkatan Hasil Panen

Baca juga  Intip Hasil Kualifikasi MotoGP Belanda 2022

Katarina Kewa merupakan seorang petani padi perempuan asal Desa Marapokot, Mbay. Seperti petani lainnya, ia mengalami kendala yang membuat perkembangan usaha taninya tersendat. Produktivitas pertanian di wilayahnya kian menurun seiring dengan menurunnya kualitas tanah akibat terpapar bahan kimia dalam jangka waktu yang lama. Katarina kemudian mencoba peruntungan dengan mengikuti program yang diusung oleh PAI.

“Awalnya saya tertarik bergabung dengan program ini karena saya lihat Pandawa menawarkan kemudahan bagi petani untuk mendapatkan modal. Lalu saya lihat produk yang ditawarkan juga bagus untuk mengurangi pemakaian bahan kimia di lahan,” ungkap Katarina.

Katarina pertama kali bergabung dengan program PPAI pada Musim Tanam (MT) 1 tahun 2022 dan hingga saat ini sudah mengikuti program selama 3 MT. Ia mengatakan, “Saya tertarik untuk kembali bergabung dengan program PPAI ini karena melihat adanya peningkatan hasil panen. Sebelum ikut program, panen saya 60-70 karung Gabah Kering Panen (GKP) per hektar. Setelah aktif mengikuti program, hasil panen meningkat menjadi 80 karung GKP per hektar pada MT 1 tahun lalu.”

Katarina menambahkan, meski di MT 2 tahun lalu banyak rekan-rekan sesama petani yang mengalami gagal panen akibat serangan hama, lahan yang ia kelola masih memberikan hasil panen yang bagus. “Di MT 2 kemarin bahkan panen saya kembali meningkat menjadi 100 karung GKP.”

Hal serupa juga diungkapkan oleh Siti Hidayah, petani padi perempuan asal Desa Tonggorambang, Mbay. Ia mengatakan bahwa hasil panennya pun turut meningkat pasca mengikuti program PPAI. “Hasil panen saat musim hama bahkan masih lebih banyak dibandingkan dengan MT sebelumnya yang tidak ada hama. Panen meningkat dari 2,5-3 ton menjadi 4 ton beras,” kata Siti.

Selain hasil panen yang meningkat, keduanya pun mengakui bahwa kualitas beras menjadi lebih bagus dari sebelumnya. “Beras yang dihasilkan lebih bagus, kalau kita masak jadi tidak cepat basi,” ujar Katarina.

Berdayakan Petani Perempuan

Baca juga  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bekerja Sama dengan Huawei dan Para Pemangku Kepentingan untuk Menciptakan Generasi Kartini Digital

Katarina dan Siti mengungkapkan, jasa pendampingan yang ditawarkan oleh PAI adalah alasan mereka tertarik untuk terus mengikuti program. Petugas lapangan yang ditugaskan untuk mengawasi cara budidaya amat membuat mereka terbantu. Mereka mengatakan, petugas PAI terus memantau pertumbuhan padi dengan erat dan memastikan petani dampingan mereka benar-benar melakukan praktik pertanian yang baik.

“Pendamping dari Pandawa sering mengingatkan jadwal aplikasi pupuk atau semprot pestisida. Saya jadi lebih paham dan disiplin dalam mengelola lahan,” ungkap Katarina.

Hal senada juga diutarakan oleh Siti yang merasa pendampingan yang diberikan oleh PAI membantu meningkatkan hasil panen dan pengetahuannya mengenai praktik pertanian yang baik.

“Dulu sewaktu almarhum suami saya masih hidup, beliau yang mengolah lahan. Ketika beliau meninggal, saya tidak punya pengetahuan dan keterampilan untuk mengolah sawah yang ditinggalkan. Pendampingan dari Pandawa amat membantu karena saya diberikan pengetahuan dan dibantu dari hulu ke hilir. Mulai dari proses tanam hingga ke penjualan beras hasil panen,” kata Siti.

Selain pendampingan, akses terhadap permodalan juga menjadi alasan Siti mengikuti program PPAI, “Selain pendampingan, saya juga merasa terbantu dengan adanya modal yang diberikan, karena sebelumnya kalau terkendala modal saya harus pinjam ke ijon (tengkulak).”

PAI dikenal atas inovasi yang diciptakan berupa reduktan pestisida yang mampu mengurangi dosis atau penggunaan pestisida tanpa mengurangi keampuhan dari pestisida itu sendiri. PAI mulai mengembangkan ekosistem hulu-ke-hilir bagi petani swadaya di Mbay sejak tahun 2021 dengan konsep closed-loop. Sejak pertengahan tahun lalu, PAI aktif menggandeng Rabo Foundation sebagai mitra dalam pemberian pembiayaan untuk petani di Mbay. Inisiatif ini diharapkan mampu menjadi solusi atas kendala permodalan yang selama ini dialami oleh petani. Keseluruhan ekosistem yang dibangun PAI ini diharapkan mampu memberdayakan petani Indonesia, khususnya petani perempuan, agar pola pikir petani dapat terus maju dan berkembang dan usaha tani terus meningkat.