Pratikno: 12,5 % Pekerjaan Hilang Tergantikan Mesin

Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengajak mahasiswa untuk menjadi pembelajar yang cerdas untuk mengikuti perubahan revolusi industri keempat. Menurutnya, revolusi industri keempat dengan perkembngana era digital telah berdampak dengan 300 juta perkerjaan yang hilang, bahkan di Indonesia diperkirakan ada 12,5 persen dari semua pekerjaan yang ada saat ini yang hilang dan diambil oleh tenaga mesin. “Yang paling besar terkena dampaknya adalah di sektor pertanian,” kata Pratikno.

Meski ada pekerjaan yang hilang karena tergantikan oleh jenis pekerjaan baru, Pratikno menuturkan saat ini terbentuk beberapa jenis pekerjaan baru yang tercipta. “Walaupun mengurangi pekerjaan namun ada penciptaan pekerjaan baru dari perkembangan industri lifestyle yang makin berkembang,” katanya.

Intermediary bisnis, kata Pratikno, makin berguguran dengan munculnya model digital yang menawarkan jasa pengantaran. Kemunculan bisnis digital ini menggeser model bisnis konvensional. “Toko ritel berguguran dengan new digital platform,” ujarnya.

Perusahaan big data seperti facebook, kata Pratikno, menjadi media sosial besar di dunia tanpa pernah membuat konten, Alibaba menjadi ritel paling terbesar di dunia dengan tidak punya stok barang dan gudang. “Bahkan Gojek pada tahun 2016 dengan valuasi 17 triliun lebih besar daripada Garuda tanpa memiliki motor dan mobil,” katanya. 

Namun demikian, imbuhnya, perkembangan revolusi industri ditentukan oleh mereka pemilik kapital sebagai pemegang big data paling besar. Negara pun tidak memiliki kuasa penuh terhadap sumber data tersebut. “Apakah negara memiliki otoritas? Justru yang kuat adalah yang menguasai data,” katanya.

Pratikno mencontohkan masyarakat yang sekarang terhubung oleh aplikasi maka perusahaan si pembuat aplikasi bisa mengetahui data pribadi dari setiap penggunanya di seluruh dunia. “Dari ia bangun pagi, ia suka apa yang ia lakukan, semuanya bisa terdata dengan baik lewat automatisasi,”katanya.

Sumber big data tersebut, menurutnya, bisa dikatakan sebagai sumber daya yang paling strategis. Dengan kecanggihan tenologi, kata Pratikno, semua data bisa diolah lewat teknologi kecerdasan buatan. “Bisa saya katakan kita semua sudah diawasi surveilance untuk analisis data,” ungkapnya.

Walaupun begitu, katanya, menjadi pembelajar yang cerdas menjadi solusi yang perlu dilakukan untuk menyiasati sistem automatisasi yang makin menguat. “Sekali lagi kira harus menjadi pembelajar, memiliki rasa ingin tahu dan meluangkan waktu lebih untuk hal itu,” katanya.