JAKARTA – Kebutuhan listrik untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) akan tumbuh pesat dalam 10 tahun ke depan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, direncanakan tambahan Pembangkit Listrik sebesar 2.837 MW hingga tahun 2026.
Rasio elektrifikasi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 96,94% atau lebih tinggi dari rasio elektrifikasi nasional sebesar 93,08%. Saat ini sebesar 601 MW kapasitas pembangkit listrik telah terpasang di NAD, dengan sistem interkoneksi 150 kV Sumatera Utara-Aceh. Sementara, sistem isolated Aceh memiliki tegangan distribusi 20 kV. Wilayah pantai Timur Aceh, Meulaboh dan sekitarnya dipasok dari sistem interkoneksi 150 kV, sedangkan sistem kelistrikan 20 kV memasok wilayah pantai barat dan tengah Aceh.
Proyeksi peningkatan 10 tahun mendatang ini berdasarkan realisasi pengusahaan lima tahun terakhir dan kecenderungan pertumbuhan ekonomi, demografi penduduk, serta peningkatan rasio elektrifikasi di provinsi ujung Barat Indonesia tersebut.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2017-2026, penjualan listrik NAD diproyeksikan meningkat dari 2.678 GWh (Giga Watt per Hour) pada tahun 2017 menjadi 7.223 Gwh tahun 2026 atau meningkat rata-raya sebesar 11,7% per tahun. Sementara realisasi pertumbuhan listrik tahun 2016 sebesar 2.330 GWh dengan pertumbuhan listrik sebesar 8,8% dalam 5 tahun terakhir.
Proyeksi kebutuhan listrik dimaksud membuka peluang investasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, mulai dari sarana pembangkit, transmisi hingga distribusi. Untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik hingga tahun 2026, maka diperlukan tambahan pembangkit listrik sebesar 2.837 MW, Gardu Induk sebesar 3.790 MVA, dan transmisi sepanjang 3.625 kms.
Aceh sendiri Aceh memiliki potensi sumber energi primer terdiri dari air (1.655 MW) di 18 lokasi, panas bumi (1.307 MWe) di 19 lokasi, minyak (151 MMSTB), gas (6,39 tscf) dan batubara (451 juta ton).