Pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa penguatan kerja sama dengan Indonesia pada saat ini menjadi penting. Salah satu yang difokuskan adalah pengembangan industri baik skala besar maupun kecil dan menengah.
“Presiden Moon tadi manyampaikan hal tersebut, karena selama ini Korea bekerja sama dengan Rusia, Jepang, dan China. Mereka sedang membuat kebijakan untuk bersinergi dengan ASEAN termasuk Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menghadiri Indonesia-Korea CEO Roundtable di Jakarta, Kamis (9/11).
Pada forum diskusi yang diselenggarakan oleh KADIN Indonesia ini, dengan disaksikan oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, pelaku industri kedua negara yang hadir berminat untuk saling meningkatkan kerja sama. “Presiden Moon memberikan apresiasinya. Sektor industri yang potensial, antara lain baja, petrokimia, pakan ternak, tekstil, dan alas kaki,” ujar Airlangga.
Dari pertemuan ini, Menperin juga menyatakan, ada harapan besar bagi para pengusaha lokal mendapatkan mitra bisnisnya dari Negeri Ginseng tersebut. “Beberapa pengusaha Korea tadi menceritakan pengalaman baiknya yang selama ini telah berinvestasi di Indonesia. Mereka melihat, dengan potensi anak muda Indonesia, mereka ingin menjadi partner dari perkembangan ekonomi Indonesia,” imbuhnya.
Menperin mengungkapkan, pihaknya terus mendorong realisasi investasi dari para pelaku industri Korea Selatan yang berkomitmen ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Misalnya, Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar USD3,5 miliar di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain.
Pada hari yang sama, Menperin melakukan pertemuan dengan Chairman Lotte Group Dong Bin Shin beserta jajarannya. “Kami sepakat proyek ini dipercepat. Awalnya, konstruksi ditargetkan dimulai pada akhir tahun 2018. Ada beberapa hal teknis yang perlu didukung, seperti pembangunan pelabuhan, infrastruktur, dan pemberian fasilitas tax holiday,” tuturnya
Saat ini, Kementerian Perindustrian tengah memfokuskan industri petrokimia sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Apalagi, Kemenperin telah mengusulkan agar industri petrokimia termasuk sektor yang perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas terbesar dalam proses produksinya. “Dengan harga gas yang kompetitif, daya saing industri petrokimia nasional akan semakin meningkat,” tegas Airlangga.
Sementara itu, di sektor industri baja, pengusaha kedua negara akan bermitra dengan Jepang untuk membangun pabrik penghasil cold rolling mill atau baja canai dingin. “Jadi, kerjasamanya antara Krakatau Posco dengan Nippon Steel, karena end user-nya di bawah Jepang untuk sektor otomotif. Target tahun 2019 sudah dimulai,” kata Airlangga.
PT Krakatau Posco, perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel Tbk dan produsen baja terbesar asal Korea Selatan, Posco juga tengah mempercepat pembangunan proyek klaster 10 juta ton baja di Cilegon. Kapasitas produksi ini ditargetkan akan tercapai pada tahun 2025.
Selain itu, Krakatau Posco membangun fasilitas pemurnian dan peleburan baja (blast furnace). Pabrik tersebut di atas lahan 55 hektare di Cilegon, dan akan memproduksi 1,2 juta ton baja lebur. Perusahaan ini pun tengah merealisasikan pembangunan pabrik baja lembaran panas kedua dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun.
Menteri Perindustrian Airlangga mengemukakan, industri baja merupakan sektor strategis karena merupakan induk dari industri lainnya. Apalagi, pemerintah sedang giat membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, properti, energi, hingga telekomunikasi yang seluruhnya membutuhkan baja.
Berdasarkan catatan BKPM, Korea Selatan adalah investor nomor tiga terbesar di Indonesia. Di sektor industri manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71 persen dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar USD7,5 miliar. Bahkan, pabrik-pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 900 ribu orang.