Gencarkan Penetrasi Pasar Afrika, Mendag Pimpin Misi Dagang Indonesia ke Tunisia dan Maroko

Jakarta, 23 Juni 2018 – Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus menggarap pasar
potensial di kawasan Afrika. Kali ini, dengan menyasar kawasan Afrika Utara, Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita memimpin secara langsung rangkaian misi dagang ke Tunisia dan Maroko pada
24-28 Juni 2018. Pelaksanaan misi dagang ke Maroko bersinergi dengan ajang Fes Meknes Economic
Forum (FMEF) di kota Fez.
“Afrika merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia dan Kemendag berkomitmen untuk
menggarap pasar tersebut dengan maksimal. Tunisia dan Maroko diharapkan dapat menjadi hub bagi
produk Indonesia di kawasan Afrika, khususnya Afrika bagian Utara dan Uni Eropa,” jelas Mendag.
Tunisia, lanjut Mendag, telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement)
dengan Uni Eropa sejak tahun 2008 sehingga tarif bea masuk dari Tunisia ke Eropa menjadi 0%. “Hal
ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengekspor produknya ke Eropa melalui Tunisia. Dengan
demikian, produk kita akan menjadi lebih kompetitif,” imbuh Mendag.
Misi dagang Indonesia ke Tunisia diikuti 21 pelaku bisnis dari 11 perusahaan dan lembaga dari berbagai
sektor usaha. Sedangkan misi dagang ke Maroko diikuti sebanyak 35 pelaku usaha dari 18 perusahaan
dan pemerintah daerah Sumatra Barat. Sektor usaha tersebut antara lain minyak kelapa sawit, kelapa,
kakao, kopi, makanan dan minuman, rempah-rempah (pala, lada, cengkeh), peralatan medis,
perhiasan, furnitur, bahan bangunan, produk-produk militer, ban, dan karet.
Turut serta pula Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia, Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), Badan Pengelola Dana Perkebunan
(BPDP) Kelapa Sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan KSO SucofindoSurveyor
Indonesia.
Menurut Mendag, misi dagang adalah salah satu cara penetrasi pasar ekspor yang dapat meningkatkan
volume perdagangan lebih cepat karena para pelaku usaha dapat bertemu dengan mitranya secara
langsung.
Pada rangkaian misi dagang ke Tunisia, Mendag Enggar akan diterima Perdana Menteri Tunisia Youssef
Chahed pada 25 Juni 2018. Selanjutnya, Mendag dijadwalkan bertemu dengan beberapa Menteri
Tunisia yaitu Menteri Perdagangan Tunisia Omar Behi; Menteri Industri dan SMEs Slim El Feriyani;
Menteri Luar Negeri Khemaies Jhinaoui; serta Menteri Pengembangan, Investasi, dan Kerja Sama
Internasional Zied Ladhari.
Di Tunisia, Kemendag juga akan melakukan perundingan bilateral terkait kesepakatan tarif preferensi
(Preferential Tariff Agreement/PTA). Tarif bea masuk yang masih relatif tinggi dinilai sebagai salah satu
kendala untuk masuk ke pasar Tunisia. Padahal produk-produk Indonesia cukup kompetitif di pasar
Tunisia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda menyampaikan bahwa
masih belum cukup banyak produk Indonesia yang masuk ke pasar Tunisia, meskipun Tunisia
merupakan pasar tujuan ekspor yang potensial bagi Indonesia di kawasan Afrika bagian Utara.
“Dengan misi dagang ini diharapakan dapat diperoleh hasil yang maksimal sehingga ekspor Indonesia
ke Tunisia dapat terus meningkat,” tandas Arlinda.
Selain itu, lanjut Arlinda, interaksi antar-pelaku usaha baik dari Tunisia maupun Maroko juga akan
terus ditingkatkan. Salah satunya melalui kegiatan business matching. “Melalui kegiatan tersebut para
pelaku usaha Indonesia dipertemukan dan dapat berinteraksi langsung dengan mitranya,” imbuhnya.
Masih dalam rangkaian misi dagang, juga akan digelar forum bisnis yang dilanjutkan dengan diskusi
panel. Khusus di Maroko, juga digelar ‘Indonesia-Morocco Night’ yang akan menampilkan kebudayaan
dan makanan khas kedua negara.
Sekilas Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Tunisia
Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Tunisia yang terjadi selama ini yaitu di sektor nonmigas
dan belum ada perdagangan untuk sektor migas. Pada tahun 2017, tercatat ekspor produk nonmigas
Indonesia ke Tunisia sebesar USD 55,19 juta. Sedangkan impor produk nonmigas dari Tunisia pada
tahun yang sama mencapai USD 32,77 juta. Untuk itu, Indonesia mencatat surplus perdagangan
dengan Tunisia sebesar USD 22,42 juta.
Produk ekspor utama Indonesia ke Tunisia antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya (58,27%);
minyak kelapa dan turunannya/kopra (5,3%); palm kernel (10,57%); benang filamen sitetis (2,42%);
serat benang sintetis (2,75%); lysine (3,34%). Sedangkan impor Indonesia dari Tunisia antara lain kurma
(59,47%); calcium hydrogenorthophosphate (5,63%); calcium phosphates (9,83%); electrical switches
(7,17%); serta kulit domba (2,51%).
Sekilas Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Maroko
Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Maroko pada periode Januari-Maret 2018 tercata sebesar
USD 43,20 juta. Nilai ini meningkat 22% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang tercatat
sebesar USD 35,30 juta. Peningkatan ini merupakan hal yang positif setelah total perdagangan
sebelumnya mengalami penurunan. Total perdagangan kedua negara di tahun 2017 sebesar USD 154
juta, atau turun 2% dibandingkan tahun 2016 yang tercatat sebesar USD 157 juta.
Pada tahun 2017, ekspor Indonesia ke Maroko tercatat sebesar USD 85 juta. Sedangkan impor
Indonesia dari Maroko tercata sebesar USD 68 juta. Ini memberikan surplus bagi Indonesia sebesar
USD 17 juta.
Produk-produk utama Indonesia yang diekspor ke Maroko yaitu benang serat stapel sintetik, kopi,
kendaraan bermotor, minyak hewani dan nabati, serta lisina. Sementara produk impor utama
Indonesia dari Maroko termasuk fosfat, pakaian, tembaga, transistor, dan alas kaki.