Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sodik Mudjahid menekankan perlunya penguatan dan penataan ulang terhadap kelembagaan penyelenggara Pemilu. Pembenahan tiga lembaga penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diperlukan untuk mendukung penegakan demokrasi. Sodik mengapresiasi jika ada dialektika antara ketiga lembaga tersebut.
“Kalau ada semacam konflik artinya kan ada pengawasan yang ketat dan pemilu berjalan dengan baik. Tapi faktanya konflik yang terjadi sering berlebihan, tampaknya hal ini disebabkan oleh lemahnya kelembagaan dan kode etik masing-masing,” ujarnya saat RDPU tentang RUU Pemilu dengan pakar hukum Prof. Topo Santoso dan pakar ilmu politik Prof. Kacung Marijan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Politisi Partai Gerindra ini turut mengapresiasi paparan kedua pakar hukum saat rapat berlangsung, khususnya terkait persoalan paradoks di dalam demokrasi yang salah satunya tercermin dalam penyelenggaraan Pemilu. Sodik menyoroti putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang cenderung hanya mengatur saat proses elektoral terjadi, namun tidak di masa pasca elektoral.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI Ary Egahni Ben Bahat mencermati soal pengaturan penataan kelembagaan penyelenggaraan Pemilu yang terkoneksi lewat Undang-Undang UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Ia menggarisbawahi perlunya pengkajian kelembagaan penyelenggara Pemilu saat ini yang terdiri dari KPU, Bawaslu dan DKPP.
“Saya berharap RUU ini bisa segera disahkan untuk mendukung proses Pemilu yang lebih baik,” katanya. Menurut politisi Partai NasDem itu, Pilkada serentak di tahun 2020 lalu dapat menjadi bahan pelajaran, di mana salah satu lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu yakni Bawaslu sempat bertindak kontroversial dengan menganulir hasil pemilihan.
Anggota Baleg DPR RI Bukhori juga sempat menyinggung terkait persoalan Bawaslu, yang menurutnya tetap diperlukan, walau terkadang menghambat kelancaran penyelenggaraan Pemilu dengan intrik-intrik yang terjadi di beberapa kasus Pilkada. Untuk itu Bukhori menekankan perlunya sikap kenegarawanan yang baik bagi para pengurus lembaganya, tidak memihak golongan dan partai manapun.
Selain itu, Bukhori turut mengapresiasi penyampaian terkait paradoks dalam negara demokrasi yang tercermin dalam penyelenggaran Pemilu oleh Prof. Kacung Marijan. “Soal paradoks senada dengan pandangan saya, bahwa UU pemilu yang baru nanti harus bisa mendorong demokrasi substansial, bukan hanya institusional dan struktural saja tapi substansinya tidak hadir,” sebut politisi PKS itu. (ah/sf)