PERUSAHAAN KELUARGA JADI KEKUATAN EKONOMI NEGARA

 

Perusahaan keluarga berperan sangat besar di Indonesia & dunia. Perusahaan keluarga merupakan pencipta lapangan pekerjaan & berkontribusi 80% terhadap produk domestik bruto (PDB) dunia.

 

Berdasarkan studi Mckenzie, sebesar 60% sektor swasta dikuasai oleh perusahaan keluarga dengan rata-rata memiliki pendapatan US$ 1 miliar. Namun, kebanyakan perusahaan keluarga gagal berkibar pada generasi kedua atau ketiga. Untuk itu peran keluarga sangat penting dalam melanjutkan eksistensi perusahaan hingga ke generasi berikutnya.

 

Komisaris Independen PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Hadi Cahyadi mengatakan, hasil riset menunjukkan, perusahaan keluarga berperan penting dalam membantu pemerintah untuk mengatasi masalah sosial & ekonomi. Perusahaan keluarga bisa mengurangi pengangguran, menurunkan angka kriminalitas & membantu banyak sekali.

 

“Perusahaan keluarga sangat penting, tetapi penerusnya sangat jarang yang sukses. Kebanyakan perusahaan keluarga gagal untuk lanjut ke generasi kedua dan ketiga” ucap Hadi dalam webinar Large Family Business & Beyond, Kamis (12/9)

 

Dia mengatakan, risetnya menemukan, ada satu pameo 30/13/3, yang dikemukakan oleh John Ward pada 1987. Ternyata, hanya 30% perusahaan keluarga yang bisa melewati generasi kedua, hanya 13% yang bisa melewati generasi ketiga dan yang lebih dari itu cuma 3%.

 

“Pasti semua perusahaan keluarga ingin melewati angka 13 dan angka 3 itu. Karena melewati 3% itu pasti perusahaan menjadi besar seperti Ciputra dan Grup Lippo. Kemudian ada Pak Darmadi, Pak Darmono yang bisa mempertahankan kepemimpinan perusahaan keluarga.” ucap Hadi.

 

Dia menerangkan, menurut penelitian Harvard Bussines School pada 2017, 70% perusahaan keluarga gagal ke generasi kedua. Bahkan, saat Hadi melakukan wawancara dengan pemimpin perusahaan keluarga untuk tesisnya dalam meraih gelar doktoral di Universitas Pelita Harapan, mereka merasakan kutukan generasi ketiga yang harus bisa diatasi.

 

Hadi mengatakan kutukan generasi ketiga itu tidak hanya di Indonesia, namun juga di beberapa negara ada pepatah mengenai itu. Contohnya, di Tiongkok ada pepatah fu bu guo san dai, yang artinya kemakmuran tidak turun di generasi ketiga. “Banyak sekali kaisar atau dinasti enggak melewati generasi ketiga.” ucap dia.

 

Hadi mengatakan, menurut laporan Bank Dunia, pada 2015, 10% orang kaya di Indonesia menguasai 77% kekayaan negara. Jumlah 10% itu adalah perusahaan keluarga, yang juga mendominasi pendapatan pasar modal sekitar 56,8%. “Namum, hanya 13% perusahaan keluarga di Indonesia yang bisa bertahan ke generasi ketiga, berdasarkan laporan Deloitte pada 2019.” ujar dia.

Hadi menerangkan dalam mengerjakan tesisnya, dia membuat kriteria perusahaan keluarga yang menjadi data penelitiannya. Kriteria tersebut seperti perusahaan keluarga yang sudah melewati tiga dekade atau 30 tahun, perusahaan keluarga yang sudah melibatkan generasi ketiga, performa stabil. Lalu perusahaan keluarga yang sudah melewati dua krisis besar di Indonesia, yaitu 1997 dan 2008, dan mudah-mudahan melewati krisis ketiga yaitu krisis pandemi Covid-19, dan terakhir menggunakan standar Forbes, di mana akumulasi pendapatan di atas US$ 1 miliar.

 

Dalam membuat tesisnya, Hadi menjelaskan menggunakan Grounded Theory dan menemukan tiga kategori utama, yaitu Parenting to Equip, yakni parenting dibutuhkan untuk mempersiapkan generasi kedua, ketiga, dan selanjutnya. Kemudian Harmonizing to Prosper untuk menjaga kemakmuran dan Collaborating to Endure untuk bertahan.

 

“Ini menciptakan teori yaitu Perpetuating Intergeneration. Saya menyebutnya sebagai PHC Constructed Theory.” ucap dia

 

Hadi menerangkan, dari PHC Constructed Theory mendapatkan sembilan proporsi, yaitu Parenting to Equip berisi empat proposisi, kemudian Harmonizing to Prosper berisi tiga proposisi dan Collaborating to Endure mendapat dua proposisi. “Saya beruntung ini dimasukkan sebagai HKI yang memiliki hak cipta.” ujar dia

Proporsi pertama Parenting to Equip, kata dia, adalah Forging Character.atau penempaan karakter. Kedua, Molding Strategically, yakni kesuksesan perusahaan keluarga itu tergantung bagaimana mempersiapkan disrupsi yang terjadi di dunia baik dari segi ekonomi, budaya,sosial, hukum dan pandemi. Persiapan ini akan membuat anak-anak tidak akan cepat jatuh saat menemui halangan.

 

Proporsi ketiga adalah Embracing Founders Compelling Purposes and Vision, yakni founder memiiki peran yang sangat penting menciptakan teori sukses dan kultur perusahaan. Proporsi keempat, Cultivating Entrpreunership Spirit atau menumbuhkan jiwa kewirausahaan.