
Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) mengadakan program pelatihan dan pendampingan bagi komunitas difabel yang tergabung dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Sahabat Pemerhati Difabel (LKS SAPADIFA), Imogiri, Kabupaten Bantul. Kegiatan ini bertujuan memperkuat kapasitas sosial dan ekonomi komunitas SAPADIFA.
LKS SAPADIFA merupakan organisasi sosial yang fokus melayani penyandang disabilitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah Kapanewon Imogiri. Lembaga ini berdiri sebagai respons atas banyaknya warga difabel yang terdampak gempa Yogyakarta pada 2006. Berbagai layanan diberikan, seperti layanan kesehatan dasar, advokasi hukum, pelatihan keterampilan, dan pendampingan sosial untuk mendorong kemandirian serta kesejahteraan anggota komunitas.
Sekretariat SAPADIFA berlokasi di Kalurahan Karang Tengah, wilayah perbukitan yang dikenal sebagai desa wisata dan dekat dengan Sungai Oyo serta kompleks wisata religi Makam Raja-raja Mataram. Potensi lokal ini menjadi peluang strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya.
Melalui program pengabdian masyarakat UKDW, dilakukan pendampingan partisipatif yang berfokus pada dua aspek utama yaitu penguatan aktualisasi diri dan interaksi sosial melalui produksi dan pemasaran produk seni, serta peningkatan keterampilan produksi batik cap dan kerajinan tangan berupa mainan anak (toys), dengan dukungan alat kerja ergonomis yang dirancang khusus bagi penyandang disabilitas, terutama difabel netra.
Inovasi utama dari program ini adalah pengembangan alat bantu batik cap dan peralatan kerajinan tangan ramah difabel. Alat ini dirancang oleh dosen dan mahasiswa Desain Produk UKDW untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan kemandirian pengguna dalam proses produksi. Inovasi produk yang akan diterapkan berupa stasiun kerja inklusif dengan pengguna spesifik disabilitas netra dan fisik, yaitu stasiun kerja batik cap inklusif khususnya untuk pengguna difabel netra. Stasiun kerja ini memiliki tiga produk utama mencangkup kontainer lilin batik cap dengan sistem insulasi ganda, pemegang batik cap yang dilengkapi navigator arah, alas batik cap yang dilengkapi dengan sistem railing (navigator posisi cap) dan penjepit kain.
Selain batik, program ini juga menyasar bidang kerajinan tangan, khususnya pertukangan kayu. Tim pengembang menyesuaikan alat-alat pertukangan agar dapat digunakan oleh komunitas difabel SAPADIFA, yang menjadi mitra utama dalam implementasi program ini.
Spesifikasi alat dan proses adaptasinya dibahas dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan workshop yang berlangsung pada tanggal 27 September 2025 di kampus UKDW. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Paulus Bawole dan Kristian Ismartaya dari Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) UKDW. Sebanyak 32 peserta hadir, terdiri dari pengurus dan pengrajin SAPADIFA, perwakilan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UKDW, serta Unit Layanan Disabilitas UKDW. FGD digunakan untuk menggali kebutuhan nyata pengguna dan menyusun arah pendampingan yang tepat.
Pada aspek pemasaran, ditemukan bahwa peserta belum familiar dengan konsep Business Model Canvas (BMC) dan brand image. Pendampingan yang diberikan oleh Rossalina Christanti dari Fakultas Bisnis UKDW memperkenalkan konsep value-based purchasing dan pentingnya storytelling dalam membangun merek dan daya saing produk.
Sedangkan workshop desain motif batik khas SAPADIFA yang difasilitasi oleh Winta Tridhatu Satwikasanti dari FAD juga menggali kekayaan visual dari lingkungan sekitar, seperti bentuk geometris dan organik khas daerah Imogiri. Hasilnya mendorong lahirnya narasi lokal dan ekspresi seni yang mencerminkan identitas komunitas.
Program ini menjadi model pemberdayaan difabel berbasis kearifan lokal yang mengintegrasikan desain, teknologi tepat guna, dan strategi bisnis kreatif. Melalui kolaborasi lintas disiplin, program ini diharapkan mampu memperkuat kemandirian ekonomi komunitas difabel SAPADIFA dan menghasilkan produk seni yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.





