Kisah Aris Widayanti dan Keripik Tempe Benguk, Pengukir Jejak  Keberanian Kecil di Hari Pahlawan  

10 November 2025 – Hari pahlawan yang jatuh pada 10 November selalu hadir seperti ketukan halus yang  mengingatkan Indonesia pada keberanian tak kenal takut. Hari Pahlawan bukan  sekadar tanggal, melainkan ruang hening untuk mengenang mereka yang  mempertaruhkan hidup dalam pertempuran Surabaya 1945. Meski kemerdekaan telah  diproklamasikan, badai belum benar–benar reda. Rakyat kembali mengangkat tekad  untuk mempertahankan tanah air.  

Penghormatan kepada para pejuang kemudian dirapikan dalam Keputusan Presiden  Nomor 316 Tahun 1959. Sejak itu, setiap tahun bangsa menyusun upacara, ziarah, dan  berbagai kegiatan yang menyalakan ulang nilai perjuangan. Namun esensi pahlawan tak  pernah berhenti pada monumen atau seremoni. Ia tumbuh di lorong kehidupan sehari– 

Read More

hari, pada orang-orang yang menolak menyerah, bekerja dengan ketekunan, dan  menghidupkan harapan di sekelilingnya.  

Salah satu nyala itu ditemukan di sebuah sudut Kaliagung, tempat BSI Maslahat  menjalankan program pemberdayaan untuk Kelompok Disabilitas Kalurahan Kaliagung  Santika (KDK Santika). Program ini dirancang untuk membuka jalan kemandirian  ekonomi, meningkatkan kapasitas, dan memperkuat harga diri teman-teman difabel. Di  tengah upaya itu, muncul sosok yang langkahnya mungkin tenang, tetapi pengaruhnya  mengalir jauh: Aris Widayanti.  

Menyulam Ide Menjadi Peluang  

Aris bukan pencari panggung. Ia lebih seperti penjaga benih yang sabar menunggu  tumbuhnya tunas. Kegemarannya melakukan riset kuliner membawanya bertemu koro  benguk, tanaman yang di daerahnya tumbuh berlimpah tetapi jarang diolah. Dari  kegelisahan akan potensi yang dibiarkan tidur, lahirlah gagasan membuat keripik tempe  benguk, yang kemudian diberi nama Mucuna Chips.  

Prosesnya mirip menata kepingan puzzle. Ia bereksperimen, mencoba rasa, menimbang  takaran, lalu merapikan resep hingga cukup matang untuk dibagikan kepada kelompok  difabel di KDK Santika. Aris mengaku idenya sederhana saja, tetapi tidak dengan  niatnya. Ia ingin Kaliagung memiliki produk lokal yang benar-benar berakar dari  tanahnya, sesuatu yang bisa menjadi identitas, dan bukan sekadar komoditas.  

“Di awali dengan yang belum sempurna,” tutur Aris. “Tapi teman-teman difabel belajar,  mencoba, lalu memperbaiki. Sekarang, satu takaran menghasilkan rasa yang nyaris  sama setiap hari. Itu luar biasa.” 

Menemani Langkah Pelan yang Tidak Mudah  

Setiap proses pemberdayaan selalu memerlukan kesabaran, terlebih ketika menyentuh  kelompok yang sering kali berada di ruang sosial yang rapuh. Aris memahami itu. Ia  melihat bagaimana awalnya teman-teman difabel ragu menyentuh bahan dan  memproduksinya menjadi produk yang matang.  

Aris tidak letih untuk duduk bersama para difabel, mengajari perlahan, membiarkan  tangan–tangan mereka membentuk keberaniannya sendiri. Dari latihan harian yang  tenang, tumbuh keyakinan baru. Ada hari-hari ketika mereka berlatih bersama. Pada  akhirnya, Aris melihat mereka sudah cukup percaya diri untuk berjalan tanpa dituntun,  dan ia pun melepas satu demi satu peran yang sebelumnya ia pegang.  

Arus juga terus berjaga. Ia menjadi penunjuk arah setiap kali kelompok difabel  mendapatkan tawaran kerja sama atau undangan kegiatan. Hadirnya Aris bukan hanya  sebagai pendamping produksi, tetapi juga sebagai penjaga integritas dan martabat.  Pengalaman hidup mengajarkannya satu hal, mereka yang bekerja dengan hati adalah  yang paling sering sakit hati.  

Pahlawan yang Tidak Meminta Gelar  

Jika di medan Surabaya para pahlawan mengangkat senjata, di Kaliagung para  pemberdaya mengangkat kepercayaan diri dan peluang hidup. Aris tidak bertempur,  tetapi ia menggerakkan perubahan. Ia tidak memproklamasikan keberanian, tetapi ia  menularkannya pada orang-orang yang sering dianggap tak punya panggung. Hari  Pahlawan bukan meminta kita mencari sosok besar. Ia mengajak melihat siapa saja yang  menyalakan harapan di lingkungannya, sekecil apa pun bentuknya.  

Lewat Mucuna Chips dan pendampingannya bagi teman-teman difabel, Aris Widayanti  mengajarkan bahwa kemerdekaan tidak hanya dipertahankan di medan perang, tetapi  juga di meja kerja kecil tempat seseorang menemukan kembali harga dirinya.  

Dalam langkah-langkah sunyi seperti itulah pahlawan masa kini tumbuh, menguatkan  Indonesia dengan cara yang mungkin tidak terdengar lantang, tetapi terasa sampai jauh.

Related posts

Leave a Reply