Bicara mengenai Sustainable Tourism atau kepariwisataan yang berkelanjutan tidak hanya bicara mengenai objek wisata, namun juga mengenai manusianya. Bagaimana pariwisata berkelanjutan ini akhirnya mampu membangun manusia yang berakhlak dan bermoral, merupakan nilai penting dari kepariwisataan itu sendiri yang dapat menjadikan Indonesia negara beradab. Hal ini diungkapkan oleh Drs. I Gede Ardika – Anggota dari UNTWO (United Nations World Tourism Organization) yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 2001-2004.
Paparan tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional, 9 April 2018 di Gedung D ruang 502 UPH Lippo pada pembukaan Hospitour 2018. Hospitour merupakan acara tahunan dari Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan (STPPH), yang tahun ini mengambil tema ‘DESTINATIONS’ yang merupakan kepanjangan dari Driving Environmental Awareness towards Sustainable Tourism for Our Nation.
I Gede Ardika memaparkan Konsep sustainability sebagaimana yang diusung oleh organisasi pariwisata dunia UNWTO adalah konsep yang harus mampu merubah pola pikir dan pola tindak untuk menghadapi tantangan ke depan.
“Perubahan ini terkait bidang ekonomi, lingkungan, dan masyarakat, melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Dari sini prinsip sustainable untuk pariwisata harus meliputi tiga faktor yaitu memberi manfaat ekonomi, melestarikan lingkungan alam, dan melestarikan budaya. Pariwisata yang sustain juga harus menjadi alat pemerataan kesenjangan, mengikutsertakan partisipasi masyarakat lokal, sehingga pariwisata yang ditawarkan tidak hanya bicara objek wisatanya tapi juga suasana dan masyarakatnya. Sebelumnya paradigma seseorang dalam memandang wisatawan hanya sebatas sumber uang atau seperti mesin ATM. Padahal wisatawan itu berkaitan dengan human being, mencakup spirit, mind, dan body, sehingga pastinya berkaitan dengan pengalaman dan human right. Jadi fungsi pariwisata di Indonesia bukan sekedar untuk menghasilkan uang tapi lebih penting harus mampu mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, dan harus memunculkan happiness,” jelasnya.
Dari paparan tersebut I Gede menunjukkan bahwa konsep sustainable dari PBB tersebut tidak cukup bagi Indonesia. Tidak hanya bicara seputar ekonomi, lingkungan, dan masyarakat, tapi lebih dari itu bagaimana sustainable ini memunculkan perasaan bahagia dan menciptakan pengalaman, mampu menciptakan hubungan antar manusia, menghasilkan mutual understanding. Dengan mengupayakan mutual understanding ini lah, pariwisata dapat berkontribusi untuk membangun persahabatan dan kedamaian dalam satu negara. Ini yang dimaksud dengan membanugn Indonesia beradab.
Diakhir paparannya, I Gede juga menjelaskan bahwa pengembangan pariwisata berkelanjutan memiliki 3 program utama yaitu Sustainable Tourism Destination, Observatory, dan Certification. Pedoman tersebut sudah diturunkan menjadi panduan teknis yang menjadi pedoman untuk sertifikasi. Hingga akhirnya dengan kesiapan dokumen ini, maka Kementrian Pariwisata Indonesia dapat menyelenggarakan Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) perdana pada tahun 2017. I Gede juga mengapresiasi peran aktif STPPH sebagai institusi pendidikan pariwisata dalam memberikan pemikiran untuk penyusuan panduan teknis pengembangan sustainable tourism di Indonesia.
Pemaparan tersebut sejalan dengan pernyataan Rektor UPH Dr. (Hon) Jonatan L. Parapak, M.Eng.Sc. saat membuka seminar, dengan menegaskan pentingnya identitas nasional dalam pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini dimaksudkan rektor terkait peran serta dunia pendidikan dalam mempersiapkan SDM yang akan memimpin dimasa depan termasuk di dunia industri pariwisata Indonesia yang sangat potensial.
“Pariwisata Indonesia selain harus sustainable juga harus mampu melekatkan identitas nasional, mampu membangun moral bangsa. Indonesia begitu kaya akan sumber daya alam dan perbedaan budaya. Tahun 2030 Indonesia akan berjaya karena potensi pariwisatanya. Pariwisata Indonesia harus mampu sustain dan berkompetisi dengan wisata yang tiada duanya. Ini menjadi tantangan bagi para mahasiswa sebagai generasi muda. Pendidikan yang diberikan di STPPH bukan hanya penguasaan ilmu dan teknologi tetapi juga karakter dan iman, untuk membetuk manusia yang kompeten dan berintegritas. Hal ini yang akan membekali kalian nanti sebagi pemimpin di bidang pariwisata yang memiliki semangat membangun Indonesia jaya,” ungkap Rektor di hadapan ratusan mahasiswa STPPH dan undangan.
Pidato tersebut dilanjutkan dengan pemukulan gong sebanyak 5 kali, simbolisasi Pancasila sekaligus tanda resmi dibukanya acara Hospitour 2018.
Dr. Diena Mutiara Lemy, Ketua STPPH berharap agar para peserta yang datang dari 35 Sekolah Tinggi Pariwisata dari beragam daerah di Indonesia dan 4 Sekolah Menengah Kejuruan dapat semakin bertambah wawasannya mengenai konsep sustainable tourism. Terlebih setelah mendapat paparan komprehensif melalui seminar nasional yang telah diberikan oleh I Gede Ardika dan juga ke-4 pembicara lainnya yaitu Dr. Frans Teguh, Wiwin Iswandi, Ir. Wiwien Tribuwani, M.T., dan Harry Nugraha. Tidak hanya mengikuti seminar nasional tersebut, seluruh peserta ini juga mengikuti beragam rangkaian kegiatan Hospitour lainnya yaitu workshop dan kompetisi yang berlangsung pada 9-11 April 2018.