Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyoroti banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia dan dialami sejumlah lembaga Pemerintah seperti KPU, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Polri dan yang terbaru peretasan yang dialami Bank Indonesia. Menurut Sukamta, kasus kebocoran data ini menunjukkan kondisi keamanan siber di Indonesia sudah pada tingkatan sangat mengkhawatirkan.
“Ini sudah dalam kategori darurat, perlu penanganan segera dan harus komprehesif. Mengingat sudah banyak ahli keamanan siber di Indonesia selama ini memberikan kritik dan masukan bahwa infrastruktur keamanan siber di lembaga pemerintah buruk, bahkan mudah dibobol oleh hacker pemula. Jika bicara infrastruktur berarti ini menyangkut regulasi, perangkat keras, perangkat lunak, serta ketersediaan SDM,” ujar Sukamta dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/1/2022).
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini juga menyesalkan lambatnya respon pemerintah dalam mengatasi kebocoran data. Mengingat hingga saat ini banyak di antara kasus kebocoran data seakan dibiarkan tanpa jelas upaya tindak lanjutnya.
“Pemerintah ini mungkin kebingungan mau mengambil langkah hukum terkait kebocoran data, karena belum ada UU Pelindungan Data Pribadi. Kita di DPR sudah mendesak berulang kali untuk segera diselesaikan RUU PDP, sudah 5 masa sidang RUU ini dibahas, tapi pihak pemerintah masih tarik ulur dalam beberapa pasal. Padahal kalau pemerintah punya mau, RUU IKN bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 40 hari. Padahal kalau ditinjau dari tingkat kemendesakannya, persoalan perlindungan data pribadi ini lebih serius dibanding IKN. Sudah ratusan juta data warga yang bocor tanpa jelas juntrungannya,” papar Sukamta.
Lebih lanjut legislator dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini berharap meski belum ada UU PDP, pemerintah harus segera benahi infrastuktur keamanan sibernya, mengingat masyarakat sudah mempercayakan data pribadinya di server-server lembaga pemerintah.
“Di luar soal regulasi, pemerintah bisa segera benahi sistem proteksi, pembaharuan aplikasi, enkripsi data, backup data hingga tata kelola sdm pengelola keamanan siber. Saya yakin BSSN sudah punya catatan apa saja yang harus segera diatasi. Banyak ahli IT dan keamanan siber di Indonesia yang juga bisa diajak berkolaborasi. Semoga kasus kebocoran data BI ini yang terakhir. Jangan sampai masyarakat dipaksa gunakan aplikasi milik pemerintah tanpa penjelasan dan jaminan keamanan,” tutupnya. (ann/sf)