Jakarta, 27 Juni 2023 – Indonesia memiliki tujuan ambisius untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, meskipun tantangan besar dihadapi karena jumlah pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang signifikan. Namun, studi oleh International Energy Agency (IEA) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa Indonesia dapat mencapai target ini melalui penggunaan sumber daya energi terbarukan, efisiensi energi, dan interkoneksi jaringan.
Untuk mewujudkan target emisi nol bersih tersebut, pemerintah telah merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang dikenal sebagai RUPTL terhijau sepanjang sejarah. RUPTL ini mengusung energi terbarukan sebesar 21GW sebagai bagian dari total penambahan daya. Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk menghadirkan proyek pembangkit listrik 35GW dengan penyesuaian seperti peningkatan target bauran energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025 serta rencana penutupan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Upaya dekarbonisasi juga melibatkan penerapan pajak karbon dan langkah-langkah dekarbonisasi lainnya untuk industri tambang batu bara.
William Simadiputra, Senior Equity Researcher DBS Group, menyatakan bahwa emisi nol bersih adalah tolok ukur dekarbonisasi yang harus dicapai secara kolektif guna menghindari penambahan emisi baru ke atmosfer. Dia menyoroti beberapa jalur yang dapat ditempuh, termasuk pemanfaatan energi bersih dan elektrifikasi, bahan new age dan mineral baterai, serta ekonomi sirkular dan efisiensi energi. Kolaborasi antar berbagai pihak dianggap kunci dalam mendukung upaya pemerintah mencapai Indonesia bebas emisi karbon pada tahun 2060 dan menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga berperan aktif dalam mencapai target emisi nol bersih dengan komitmen menambah kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 40,6GW pada tahun 2030. Lebih dari 50 persen dari kapasitas EBT tersebut akan berasal dari sumber daya terbarukan seperti hidro, solar, energi panas bumi atau geothermal, serta campuran energi terbarukan lainnya dan gas.
Heru Hatman, Executive Director, Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia, menjelaskan bahwa transisi ke energi hijau memerlukan waktu dan menghadapi berbagai tantangan seperti keamanan pasokan dan keterjangkauan harga. DBS Group telah aktif dalam mendukung transisi energi dengan memberikan pembiayaan berupa green loans atau bonds, sustainability-linked loans atau bonds, serta transition loans atau bonds. Dalam panduan dekarbonisasi “Our Path to Net Zero – Supporting Asia’s Transition to a Low-carbon Economy”, DBS Group menargetkan sembilan sektor utama, termasuk sektor energi, untuk membantu nasabah korporat dalam proses transisi ke energi terbarukan.
Heru Hatman menutup dengan menyambut baik peningkatan kesadaran korporat terhadap isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Dia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pelaku bisnis, perbankan, dan pemerintah dalam merumuskan pendekatan strategis untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut tentang komitmen keberlanjutan DBS Group, kunjungi halaman berikut: https://www.dbs.id/id/corporate/sustainability/our-path-to-net-zero.