Jakarta, 24 September 2021 — Resso, aplikasi streaming musik sosial pertama di Indonesia, kemarin menggelar ‘Breakfast with Resso’ seri ketiga yang merupakan forum diskusi untuk memfasilitasi dan membangun dialog antar pemangku kepentingan industri musik Indonesia. Acara virtual ini dihadiri para wakil pelaku industri musik seperti Dipha Barus (DJ/musisi); Dahlia Wijaya, Country Director, Believe Music Indonesia (label rekaman); Prita Prawirohardjo, Group Music Director, MRA Media (radio); Diah Paramitha Saraswati, jurnalis detik.com (media); Noorcahyo Irianto Istyabudi, Artist & Promotion, Resso Indonesia; serta Christo Putra, Head of Music & Content, Resso Indonesia. Hadir mewakili pemerintah, Direktur Industri Musik, Film dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Dr. Amin Abdullah.
Tema diskusi yang diusung Resso kali ini adalah peran dan fungsi platform streaming digital dalam ekosistem musik Indonesia, yang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi perkembangan dan kemajuan musik dan musisi daerah. Di aplikasi Resso tercatat peningkatan jumlah unduhan serta traksi di playlist pop daerah, seperti Pop Jawa. Pendengar Resso juga makin menggemari lagu-lagu dari Sumatera dan Indonesia Timur. Lagu-lagu pop daerah ini kemudian banyak yang secara kreatif di-remix oleh musisi dari genre musik lain, untuk pasar penikmat musik yang lebih luas.
Musik dan musisi dari berbagai penjuru di tanah air, khususnya di jalur pop daerah, merupakan harta karun industri musik yang masih harus terus digali. Tingginya produktifitas serta meningkatnya apresiasi terhadap lagu-lagu pop daerah tentunya merupakan sebuah perkembangan yang menggembirakan. Namun saat ini yang tampak masih berupa puncak gunung es saja. Dibutuhkan upaya lebih besar lagi untuk menggarap potensi kumpulan talenta yang luar biasa ini dengan cara mengoptimalkan fungsi dan manfaat platform digital secara penuh.
Dalam materi paparannya Dr. Amin Abdullah, Direktur Industri Musik, Film dan Animasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI menjelaskan bahwa 17.000 pulau di Indonesia merupakan potensi keragaman seni budaya yang luar biasa, termasuk di antaranya besarnya jumlah musisi, musik daerah, alat-alat musik tradisional, hingga bahasa dan dialeknya yang dapat dieksplorasi dan dikembangkan sesuai semangat zaman. “Kemenparekraf coba memfasilitasi hal tersebut dengan membuat berbagai program mulai dari peningkatan kualitas SDM musisi daerah, serta berbagai ajang dan event yang menampilkan pertunjukan musik daerah.” Menurut Amin Abdullah musik daerah sesungguhnya berpotensi merajai musik dunia, atau menjadi World Music. Disini peran platform musik digital sangat penting dengan membuka peluang sebesar-besarnya bagi musisi daerah untuk masuk ke pasar dan bersaing secara terbuka baik di tingkat nasional maupun internasional. “Perlu lebih banyak upaya edukasi bagi musisi daerah mengenai manfaat dan peluang tanpa batas yang tercipta berkat disrupsi platform digital dalam ekosistem industri musik.”
Dahlia Wijaya, Country Director, Believe Music Indonesia sepakat bahwa potensi musik pop daerah sangat besar dengan beberapa contoh hits yang sudah bermunculan, antara lain yang saat ini didominasi oleh pop Jawa seperti lagu “Mendung Tanpo Udan” dari Ndarboy Genk yang sangat populer. Hanya saja menurutnya masih banyak musisi daerah yang perlu diedukasi terkait hak cipta, distribusi musik digital dan bagaimana mempromosikan serta mempublikasikan karya mereka. “Kami aktif turun ke berbagai kota melakukan edukasi agar musisi daerah lebih paham bagaimana platform digital dapat menjadi jalur karir bukan hanya untuk memproduksi tapi juga untuk me-monetize karya-karya mereka.” Dahlia mengamati dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini jumlah pendengar musik Indonesia, termasuk pop daerah, telah melampaui jumlah pendengar musik internasional di dalam negeri.
Akan halnya Dipha Barus, sejak awal menciptakan karya sendiri ia selalu tertarik untuk menggunakan berbagai bebunyian dari alat-alat musik tradisional, contohnya pada hit “No One Can Stop Us”. Hal ini menurutnya berguna untuk membangun identitas dan karakter musiknya sekaligus sebagai faktor pembeda. “Saya aktif mengeksplor dan mengumpulkan bunyi-bunyian dari berbagai daerah di Indonesia agar musisi lain bisa memakai komponen musik-musik tradisional secara legal, dan juga untuk mendorong agar musisi-musisi daerah terus berkarya.” Untuk lebih mengangkat popularitas musik pop daerah di kota besar seperti Jakarta, Dipha meyakini pentingnya peran dan pengaruh komunitas anak-anak muda urban yang dapat memulai dibangunnya apresiasi terhadap musik daerah tanpa harus menunggu jika sudah dimainkan oleh tokoh musik terkemuka dunia.
Sebagai platform musik digital, walaupun masih belum lama hadir di Indonesia, Resso sudah mengantisipasi dengan memiliki beberapa playlist yang mengakomodasi pop daerah tersebut. “Traksi pengguna Resso yang mendengarkan genre musik pop daerah seperti pop Jawa, Sunda, dan Minang terus meningkat dari hari ke hari. Selain itu, percakapan para pengguna Resso dalam bahasa asal daerah masing-masing di fitur ‘komen’ aplikasi kami juga menjadi indikator akan meningkatnya penggemar musik pop daerah tersebut,” jelas Noorcahyo Irianto Istyabudi, Artist & Promotion, Resso Indonesia. Ia juga menekankan ke depannya pop daerah memiliki peluang lebih besar lagi di industri musik, dengan cara memanfaatkan platform digital, serta dengan dukungan serta upaya kolaborasi berbagai pihak dari hulu hingga ke hilir.
Diskusi interaktif secara virtual yang dipandu oleh pengamat musik Wendi Putranto ini diharapkan menjadi awal dari percakapan dan dialog lanjutan yang lebih dalam diantara para pelaku industri musik tanah air demi lebih maju dan berkembangnya musik pop daerah di negerinya sendiri.