Peringati HAKORDIA, KKP Ajak ASN Bergerak Bersama Berantas Korupsi

Jakarta (10/12) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dengan mengusung tema “Bergerak Bersama Berantas Korupsi untuk Mewujudkan Masyarakat Kelautan dan Perikanan yang Sejahtera”, di Balroom Gedung Mina Bahari III, Kantor KKP Jakarta, Senin (10/12). Acara ini bertujuan sebagai media pengingat kepada seluruh karyawan dan stakeholders KKP, bahwa tindak korupsi merupakan perbuatan yang dapat menghancurkan organisasi.

 

Agenda utama acara tersebut berupa talkshow dengan menghadirkan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya, seperti Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, Menteri BUMN 2004-2007 Soegiharto, Guru Besar Hukum Unpad Komariah E Sapardjaja, dan Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Salusra Widya.

Dalam acara tersebut juga dilakukan penandatanganan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh Pejabat Eselon I lingkup KKP dan menjadikan WBK sebagai indikator kinerja utama di masing-masing unit kerja eselon I lingkup KKP.

KKP memandang tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dapat berdampak buruk, termasuk pada pergerakan roda bisnis, terutama sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, tindak korupsi, kolusi dan nepotisme, juga dapat merusak integritas sebuah bangsa. Tentunya hal ini harus diantisipasi dengan beberapa langkah komprehensif. Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam sambutan yang dibacakan Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf, pada pembukaan acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) tahun 2018 lingkup KKP.

 

Secara garis besar upaya tersebut dikategorikan kedalam dua kelompok besar yaitu pertama berupa pembinaan kepada seluruh ASN KKP melalui pembangunan budaya integritas, dan kedua berupa perbaikan tata kelola sektor kelautan dan perikanan. Yusuf menyebutkan, langkah-langkah komprehensif sangat diperlukan dalam memberantas tindak korupsi, pembangunan budaya integritas dan perbaikan tata kelola sektor kelautan dan perikanan.

Kepada internal Aparatur Sipil Negara (ASN) KKP, dilakukan melalui pembangunan budaya integritas secara berkesinambungan. Mulai dari penyiapan landasan hukum untuk pembangunan Zona Integritas menuju WBK. Sementara dari sisi simber daya manusia, lanjut Yusuf, dilakukan melalui promosi jabatan dan rekruitmen pegawai secara terbuka, pembentukan tunas integritas, pemantauan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Selain itu, dilengkapi juga dengan penyediaan sistem dan sarana pengaduan masyarakat dan whistle blowing system, pelayanan online dan terpadu, e-procurement, dan lainnya. KKP juga telah menerapkan pemberian reward and punishment.

“Dalam kurun waktu 2014-2018, reward diberikan pada satker yang berhasil meraih WBK yaitu 4 satker yang dinilai oleh Kementerian PAN dan RB serta 18 satker telah dinilai oleh TPI KKP. Adapun sanksi yang dikenakan dalam periode 2017-2018 antara lain berupa hukuman disiplin ASN dilakukan kepada 21 orang pada tahun 2017 dan 23 orang pada tahun 2018, mutasi dan bebas tugas dari jabatan untuk 2 orang pada tahun 2017 dan 6 orang pada tahun 2018,” ungkap Yusuf.

 

Langkah kedua adalah menuju tata kelola pemerintah yang baik. Hal ini diterjemahkan KKP sebagai perbaikan reformasi birokrasi, termasuk di dalamnya reformasi pelayanan publik dan perijinan. Dimulai dengan pembentukan Satgas 115 untuk pemberantasan IUU Fishing, efisiensi anggaran KKP yang terkenal dengan “Susinisasi”, pemberian akses kepada publik untuk ikut mengawasi anggaran dan bantuan pemerintah.

“Sistem perizinan sudah diupayakan satu pintu agar mudah dikontrol. Perbaikan lainnya dalam tata kelola perikanan antara lain melalui pengukuran ulang untuk menghindari mark down kapal, pembukaan gerai perijinan, pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan, pemanfaatan web LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat), serta banyak lagi yang lainnya,” lanjut Yusuf.

Dalam kesempatan tersebut, Yusuf juga kembali mengingatkan kepada seluruh pegawai KKP, untuk menjauhi praktik KKN dan segera lakukan perbaikan secara berkesinambungan dalam sistem penganggaran untuk mencegah mark up. “Proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi agar lebih akuntabel dan transparan,” ujar Yusuf.

“Kami juga mengharapkan partisipasi aktif dari Bapak Ibu semua yang mewakili berbagai unsur masyarakat, untuk mengurangi potensi terjadinya tindak pidana korupsi di KKP,” tambahnya.

 

KKP juga mendukung pihak swasta turut aktif dalam langkah pemberantasan korupsi. Seperti telah diketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi UNCAC dan mengakuinya dalam UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). “Di dalam UNCAC tersebut, korupsi tidak saja terjadi di sektor publik namun juga di sektor swasta, serta ada potensi penyuapan dari pihak asing (foreign bribery). Fakta menunjukkan, apa yang terjadi selama ini di Indonesia, banyak perusahaan swasta terjerat kasus korupsi,” jelas Yusuf.

“Dari Aparat Penegak Hukum, kami memandang sudah mendesak urgensi revisi UU Tipikor, yaitu agar korupsi tidak saja menyangkut sektor publik namun juga sektor swasta dan foreign bribery. Diperlukan juga aturan yang menghubungkan antara IUU Fishing dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), regulasi maupun kebijakan untuk mengatasi permasalahan di sektor kelautan dan perikanan yang telah mengantisipasi berbagai perubahan di dunia,” tambahnya.

Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Menteri Susi melalui video mengucapkan selamat memperingati Hari Korupsi Sedunia Tahun 2018 dan mengajak seluruh pejabat dan jajaran KKP untuk bergerak bersama memberantas korupsi. “Semoga hari peringatan anti korupsi di lingkungan KKP ini mengingatkan kepada kita untuk melakukan pembangunan dengan benar, mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia”, ungkap Menteri Susi di sela kunjungan kerjanya di Paris – Perancis, Senin (10/12).

Related posts

Leave a Reply