Surabaya, 29 Januari 2019: “Indonesia perlu membentuk instrumen nasional sebagai dasar hukum bagi pelaksanaan keputusan organisasi internasional yang dapat memperkuat peran Indonesia yang saat ini menjadi anggota tidak tetap DK PBB,” demikian dijelaskan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, Dr. iur. Damos Dumoli Agusman, pada pembukaan Expert Meeting Penyusunan Kerangka Dasar Konsep Peraturan Nasional tentang Implementasi Resolusi Dewan Keamanan/DK PBB yang berlangsung di Surabaya (29/1/2019). Menurut Damos, pembentukan dasar hukum dimaksud ibarat menyiapkan “rel” atau jalur bagi penerapan keputusan organisasi internasional di tingkat nasional.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu, Febrian A. Ruddyard menyambut baik rencana penyusunan kerangka dasar ketentuan nasional ini dan menegaskan bahwa Pemerintah RI perlu menentukan posisi terhadap pemberlakuan nasional Resolusi DK PBB yang sesuai dengan kepentingan nasionalnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Hukum dan Perjanjian Polkam Kemlu, Ricky Suhendar sebagai salah satu narasumber menjelaskan bahwa dengan terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB telah menempatkan Indonesia dalam episentrum pembentukan keputusan di tingkat global.
“Kita berharap dengan adanya legislasi nasional yang komprehensif akan dapat meminimalisir persoalan yang muncul ketika Indonesia harus menyikapi penerapan sanksi Resolusi DK PBB yang bersinggungan dengan kepentingan nasional” demikian ungkap Ricky.
Sementara itu, Direktur KIPS Kemlu Grata Endah Werdanyngtyas menyatakan bahwa ketiadaan perangkat hukum nasional untuk memberlakukan Resolusi DK PBB perlu mendapatkan perhatian. Untuk itu, keberadaan payung hukum nasional penting bagi pelaksanaan Resolusi DK PBB, menjembatani gap hukum internasional dan hukum nasional.
Pada sesi diskusi, para peserta menyambut baik adanya langkah konkrit ke depan yang di inisiasi oleh Kemlu dalam membentuk kerangka hukum nasional bagi pemberlakuan Resolusi DK PBB. Hadir sejumlah pembicara dan pakar dari kalangan akademisi dan praktisi pemerintahan, yaitu Dr. Aktieva Tjitrawati (FH UNAIR), dan Arie Afriansyah, Ph.D