Penerapan Desain Sosial Pada Tugas Akhir Mahasiswa Desain Interior UPH

Desainer yang menjadi terang dan berdampak, sudah menjadi jiwa dari School of Design (SoD) UPH. Diungkapkan  Dr. Martin Luqman Katoppo, S.T., M.T.  Dekan SoD UPH, bahwa nilai inilah yg harus ditekankan dan ditangkap seluruh mahasiswanya. Salah satunya, Theodore Sutiswan, Mahasiswa Desain Interior 2013 yang menangkap nilai ini melalui proyek Tugas Akhir (TA) dengan ide membuat konsep hunian layak bagi warga Kampung Walang, Lodan, Jakarta Utara. Harapannya apa yang dikerjakannya menjadi solusi dan berdampak nyata bagi masyarakat.

Theo memutuskan untuk memilih konsep hunian layak sebagai objek penelitian TA, dikarenakan ia melihat masih banyaknya konsep hunian yang perlu disempurnakan. Setelah melalui proses survei ia memilih Kampung Walang – kampung kumuh yang termasuk dalam 21 kampung yang akan dilakukan penataan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Dari sini Theo mulai melakukan penelitiannya dengan menggunakan Metode Partisipatori, metode yang mengharuskan peneliti untuk melibatkan pengguna dalam konsep perancangan desain.

“Dengan metode ini, artinya kualitas TA saya didasari pada kualitas interaksi yang terbangun antara saya dengan para warga sebagai pengguna desain. Dimulai dengan mengenal Pak Tumijan, salah satu warga yang dianggap berpengaruh di kampung itu, lalu berkembang hingga saya berinteraksi dengan 8 perwakilan komunitas, mulai dari pengurus  tokoh agama, pedagang, supir, dan sebagainya. Di tengah proses ini, para warga dihadapkan dengan kejadian kebakaran yang menghanguskan 128 bangunan dari sekitar 200 bangunan yang ada di blok A dengan luas 1 hektar tersebut.” jelas Theo.

Melihat keadaan ini, Theo berpikir bahwa kehadirannya tidak cukup hanya untuk pengambilan data bagi TA, tapi bagaimana data yang diperolehnya berguna untuk membangun kembali kehidupan yang berkualitas bagi para warga. Untuk itu selain membuat desain konsep tata ruang kampung, Theo juga mendorong para warga aktif dalam beragam kegiatan yang membangun, seperti kerja bakti, kegiatan  olahraga, ruang penghijauan melalui kebun sayur sederhana, dan sebagainya.

Tidak hanya mendorong, Theo bahkan melibatkan dirinya dalam perencanaan Community Action Plan (CAP) mandiri – program Pemprov DKI untuk meningkatkan kesejahteraan warga.

Puncaknya, acara Presentasi Program CAP yang berlangsung pada 28 Oktober 2018, bersama tim advokasi Kampung Walang yang membantu dalam proses tata ulang Kampung Walang, para warga mengundang Suku Dinas (Sudin) perumahan, Staf Gubernur (TGUPP) DKI Jakarta, dan aparat pemerintahan lain untuk datang dan mendengarkan presentasi warga terkait perencanaan dan sistem konsep hunian.

“Seluruh data yang dipresentasikan merupakan hasil diskusi bersama. Mulai bersama menggambar rumah impian yang sesuai dengan kebutuhan di atas denah berkuruan 5x6m, yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu rumah sewa, rumah toko, dan rumah tinggal biasa. Kami juga mendesain tata letak kampung dengan memasukan fasilitas yang dibutuhkan yaitu masjid dan madrasah dalam 1 lokasi, PAUD, serta Balai Warga. Semua ini hasil diskusi bersama 20 sample kepala keluarga dari 256 kepala keluarga yang memiliki bangunan ungkap Theo.

Seluruh pemikiran dan proses Theo ini dianggap Martin sebagai Dekan SoD sebagai perwujudan dari 3 core nilai SoD yang merupakan terjemahan visi misi UPH sebagai Christ Centered University.

“SoD punya 3 core nilai sebagai terjemahan dari visi UPH, yaitu Design Thinking, Social Innovation, dan Redemptive Impact. Poin ketiga inilah berkaitan dengan bagaimana mahasiswa tidak hanya pintar akademik, hebat dalam mendesain, tapi juga harus memiliki hati untuk melayani. Ketika memiliki hati maka pasti bisa berdampak dalam masyarakat. Seperti yang dilakukan Theo, dan kedepannya saya percaya akan makin banyak muncul mahasiswa SoD UPH yang mau melayani,” ungkap Martin.

Martin menambahkan, upaya Theo ini patut diapresiasi karena mampu membuka pintu bagi SoD UPH untuk terlibat dalam program Pemprov DKI, yaitu dalam perencanaan tata ulang 4 kampug lainnya.

 

“Nantinya kita akan coba gali peluang tersebut. Intinya desain harus mampu berdampak nyata dan menjawab kebutuhan dan memunculkan inovasi sosial. Kegiatan seperti ini juga dapat menjadi tempat bagi Fakultas untuk melakukan PKM (Pengabdian kepada Masyarakat) dan penelitian,” tutur Martin.

Apa yang diungkapkan Martin, dirasakan dan semakin mendorong Theo menjadi desainer berdampak.

“Salah satu keunggulan SoD UPH yang tidak banyak dimiliki kampus lain yaitu menerapkan proses studi dengan cara berinteraksi dengan komunitas, mendorong kami menjadi desainer yang berdampak. Menyadarkan desain bukan sekedar tempat mencari uang, tapi ada sisi lain yaitu sisi sosial, kehidupan, dan keberlanjutan lingkungan.  Dari proses studi dan TA saya, saya ingin membagikan dan menerapkan ilmu yang sudah saya dapat.” ungkap Theo yang mengaku semakin terinspirasi menjadi desainer berdampak melalui mata kuliah Desain Masyarakat dan Lingkungan.

Kedepannya, Theo bertekad akan tetap membangun relasi dengan warga kampung, bahkan ia sudah mengajak para warga untuk menciptakan sistem  pengolahan sampah dan bank sampah di Kampung Walang.

Related posts

Leave a Reply