Langkat – Komisi V DPR RI melakukan kunjungan kerja (Kunker) meninjau Bendung Sei Wampu di Provinsi Sumatera Utara yang tengah dibangun untuk mengoptimalkan tiga Daerah Irigasi (D.I.) yakni Secanggang, Hinai dan Wampu, pada Kamis, (1/11/18). Kunker pada reses masa persidangan ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo dan diikuti 8 anggota Komisi V DPR. Turut mendampingi Kepala Pusat Air Tanah dan Air Baku Amir Hamzah, Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Iwan Nurwanto, dan Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Roy Pardede.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II tengah membangun Bendung Sei Wampu yang memiliki potensi pengembangan DI meliputi areal seluas ± 10.991 Ha di empat Kecamatan yakni, Stabat, Hinai, Secanggan, dan Wampu.
Pembangunan Bendung Sei Wampu dimulai sejak tanggal 4 Desember 2015 dengan konsep Multi Years Contract (MYC) dan direncanakan akan selesai pada bulan September 2019. Saat ini, progres pembangunan Bendung Sei Wampu sudah mencapai 72,97%. Pembangunan Bendung yang dilakukan oleh PT Adhi Karya (JO) dan PT Nindya karya (KSO) dengan konsultan supervisi PT. Rayakonsult – PT. Alles Klar Prima (KSO) ini memiliki nilai kontrak Rp 256,2 miliar.
Dalam kunker tersebut, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit menyampaikan agar bendung ini dapat digunakan dan dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi daerah irigasi pertanian. Jika pembangunan bendung ini dapat segera selesai tentunya dapat meningkatkan produksi pertanian dan bisa menyejahterakan para petani di sekitar daerah irigasi tersebut.
Selanjutnya, Kepala BWS Sumatera II Roy Pardede mengatakan, Bendung Sei Wampu ini merupakan pengembangan areal sawah tadah hujan dan sawah dengan irigasi semi teknis untuk mengatur dan mengoptimalkan pemanfaatan air, yang dimanfaatkan untuk pertanian baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Kepala Pusat Air Tanah dan Air Baku Amir Hamzah mengatakan dalam hal kewenangan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, dalam Permen Pekerjaan Umum dan Perumaha Rakyat (PUPR) No. 14 tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi diatur bahwa kewenangan Pemerintah Pusat pada daerah irigasi (DI) yang luasnya lebih dari 3.000 hektare, DI lintas daerah provinsi, DI lintas negara, dan DI strategis nasional.
Kewenangan Pemerintah Provinsi pada DI seluas 1.000-3.000 hektare dan DI lintas daerah kabupaten/kota. Sementara Pemerintah Kabupaten/Kota pada DI dengan luasan kurang dari 1.000 hektare. Dari luas irigasi di Indonesia yang memiliki luas 7,2 juta hektare, irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat hanya 28%, selebihnya merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.
“Untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam mewujudkan ketahanan air dan pangan, kedepannya perlu peran serta penanggung jawab kewenangan untuk bersama-sama mengelola jaringan irigasi tersebut,” ujar Amir.