Lombok Barat, NTB – Pada hari pertama rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-WBG, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo didampingi Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengunjungi Desa Guntur Macan pada hari Senin (8-10-2018). Guntur Macan adalah salah satu desa terdampak gempa yang terparah pasca gempa pada Juli-Agustus lalu.
“Saya datang kesini untuk menunjukkan kami tidak melupakan Lombok, bukan karena ada gempa di Sulawesi kami jadi lupa. Presiden (Joko Widodo) juga akan berkunjung ke sini setelah dari Bali. Pemerintah sudah membangun 23.000 rumah lebih. Soal bantuan yang belum turun, itu hanya masalah administrasi saja. Mungkin masalah pertanggungjawabannya belum selesai, jangan sampai karena dana bantuan ini ada yang masuk penjara. Jadi tidak betul kalau kami lupakan Lombok,” ujarnya kepada media saat berkeliling desa dan menyapa para korban gempa. Saat ditanya wartawan, Menko Luhut mengatakan kedatangannya beserta rombongan untuk menunjukkan simpati kepada para korban yang terkena gempa.
“Ini bentuk dari simpati dan solidaritas dari peserta pertemuan IMF-Bank Dunia kepada para korban gempa di Lombok ini, kemarin kan kami dan Sekjennya (IMF) sudah ke Palu. Dari peristiwa ini kami akan memberikan usulan topik pembicaraan yaitu bagaimana penanganan masalah bencana yang kalau bisa pendanaannya itu bukan saja dari negara bersangkutan, seperti kita asuransikan. Formatnya sedang disusun oleh Menteri Keuangan dan kebetulan juga ada Ibu Lagarde ikut ke sini jadi beliau bisa bantu menyampaikannya di pertemuan tersebut. Karena Menkeu menyampaikan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk bencana ini dalam satu tahun bisa Rp 22 triliun untuk penanganan bencana. Nah kita mau lihat apakah bisa kita asuransikan sehingga kita bisa menanggungnya bersama,” kata Menko Luhut kepada media
Menkeu menjelaskan pemerintah melakukan pengelolaan untuk tanggap bencana dengan sangat hati-hati, uangnya ada tapi prosedur untuk landasan hukumnya sedang diselesaikan. Menkeu minta Gubernur NTB untuk membantu menjelaskan kepada masyarakat. “Apakah dengan bencana Palu dana pemerintah habis? jawabannya tidak. Untuk Palu sesuai kebutuhan untuk Lombok tetap untuk Lombok. Untuk dana IMF-WB Pak Luhut sudah menggunakannya dengan hati-hati,” ujar Menkeu.
Menkeu mengatakan bantuan akan dicairkan bertahap dengan rincian bagi rumah yang bangunannya rusak berat mendapat Rp 50 juta, rusak sedang bantuannya Rp 25 juta dan rusak ringan Rp 10 juta. “Tujuannya uangnya bukan karena uang tidak boleh diambil. Yang terjadi adalah kita harus ada bahan bangunan dulu karena pemerintah tidak ingin uang untuk bantuan perumahan sudah habis sebelum rumahnya terbangun. Jadi bukan karena uangnya tidak bisa diambil….Masalah uang jaminan hidup, akan dibayarkan kalau sudah jadi rumah yang sifatnya permanen,” jelas Menkeu sambil menerangkan pemerintah telah melakukan verifikasi untuk para penerima yang akan diberikan per orang per akun.
Ms. Lagarde menyatakan apresiasinya terhadap pemerintah Indonesia yang menangani bencana Lombok dan Sulawesi dengan cepat dan baik. “Kami mengagumi penanganan yang dilakukan pemerintah, melihat anak-anak bisa kembali ke sekolah agar bisa mencapai apa yang dicita-citakan menjadi ilmuwan dan ahli di bidangnya masing-masing,” katanya saat menyampaikan sambutan.
Ms. Lagarde berkesempatan untuk berbicara dengan para korban gempa bumi di Desa Guntur Macan, menyaksikan para ibu mengolah kedelai untuk dijadikan tempe dan mencicipi pisang goreng yang dijual di oleh seorang ibu.
Utang
“Kedatangan kami ini sebagai bukti bahwa kami, pada pertemuan tahunan tersebut tidak berpesta-pesta seperti yang dikatakan sebagian orang, kami datang kesini untuk menyampaikan simpati kami. Lalu saya ingin sampaikan juga tidak ada rencana kami dari pemerintah untuk berhutang kemana-mana. Kita negara berdaulat,” ujar Menko Luhut.
Ms. Lagarde pun meyakini ekonomi Indonesia saat ini tidak membutuhkan utang. “Apakah Indonesia mau menerima pinjaman dari IMF?, jawabannya tidak, karena ekonomi Indonesia sekarang ini berada di tangan yang sangat baik,” katanya.
Ms. Lagarde mengatakan saat memutuskan Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan tahunan tersebut, pihaknya tidak pernah memprediksi akan terjadi bencana alam di negara ini.
“Kami tidak akan pernah tahu bahwa Gunung Agung di Bali akan erupsi, gempa akan melanda Lombok dan Sumbawa, dan gempa disertai tsunami akan melanda Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah. Yang kami tahu Indonesia adalah yang terbaik dan ketua tim, yaitu Pak Luhut yang merencanakan ini, betul-betul dapat kami percayakan untuk penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali,” ujarnya.
Ms. Lagarde mengatakan mereka tidak membatalkan pertemuan di Bali karena akan mengakibatkan banyak orang akan kehilangan pekerjaan dan upaya yang dilakukan selama ini menjadi sia-sia.
“Kalau kami batalkan tentu saja akan menjadi sebuah penghinaan, sehingga kami putuskan kami tetap akan datang,” katanya saat menyampaikan kata sambutan.
Menko Luhut mengatakan banyak manfaat yang bisa diambil dari penyelenggaraan pertemuan tahunan ini seperti proyek-proyek infrastruktu, pariwisata dll. “Manfaatnya banyak sekali, nanti anggota OKI kita bawa ke Lombok setelah pertemuan IMF, soal pendanaan syariah,” katanya.
Ms. Lagarde mengatakan pada kunjungan ini, dia membawa sumbangan sebesar Rp 2 miliar dari para karyawan IMF dan dana tersebut akan dialokasikan untuk Lombok dan Palu. Pada kesempatan kali ini Menko Luhut, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menyampaikan sumbangan sebagai wujud rasa simpati kepada para korban.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan Lombok saat ini dalam penanganan transisi darurat ke pemulihan. Ground breaking rumah dan bantuan untuk korban segera dicairkan.
Menurut BMKG gempa bumi magnitudo 6,4 yang terjadi pada 29 Juli 2018 merupakan awal dari rangkaian Gempa Lombok 2018. Pada 9 Agustus 2018 pukul 12.25 WIB, gempa dengan kekuatan 5,9 kembali terjadi. Sepuluh hari kemudian terjadi dua gempa dengan kekuatan lebih dari magnitudo 6,0 yang terjadi lebih ke arah timur.
Provinsi NTB mencatat jumlah korban meninggal akibat gempa Sumba per 1 Oktober 2018 mencapai 564 orang. Sedangkan jumlah korban luka-luka tercatat 1.584 orang. Menurut data BNPB sampai bulan lalu, total rumah rusak sebanyak 167.961 rumah. Dengan rincian, Lombok Utara 38.497 rumah rusak, Lombok Barat 55.924 rumah rusak, Lombok Timur 15.642 rumah rusak, Lombok Tengah 27.039 rumah rusak, Mataram 6.894 rumah rusak, Sumbawa 8.604 rumah rusak.