Yogyakarta, 5 Juli 2023 – Tuli adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami kehilangan atau gangguan pendengaran, yang menghambat kemampuannya untuk berbicara, memahami bahasa, dan berkomunikasi secara efektif. Komunitas Dunia Tak Lagi Sunyi (DTLS) berperan sebagai sistem pendukung bagi anak-anak tuli di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan fokus pada pengajaran membaca, menulis, dan perawatan telinga. Namun, komunitas DTLS menghadapi tantangan dalam proses pembelajaran karena penggunaan materi berbasis kertas secara manual, yang sering kali menimbulkan kebosanan, lokasi yang terbatas, dan konten pembelajaran yang terbatas.
Mengatasi permasalahan tersebut, tim mahasiswa dari Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi (FTI), Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta, merancang sebuah aplikasi pembelajaran untuk anak tunarungu yang dinamakan “DeafLearn”. Aplikasi ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan edukasi digital bagi komunitas DTLS dengan memanfaatkan pendekatan berbasis game untuk mendukung pembelajaran literasi bagi anak-anak tuna rungu.
Aplikasi DeafLearn merupakan inovasi dari Kelvin Lie, Josephine Vania Soerjanto, Putu Jeevallucas Jnanamaitriya Surya Gautama, dan Vivian, di bawah bimbingan Drs. Jong Jek Siang, M.Si., dosen dan ketua Program Studi Sistem Informasi UKDW. Tim ini berhasil mendapatkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PPM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti.
Kelvin Lie menjelaskan bahwa DeafLearn memungkinkan komunitas DTLS untuk memantau perkembangan anak secara obyektif dan subyektif melalui data yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Aplikasi ini juga memberikan kepastian mengenai perkembangan anak, membantu dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan dan mengurangi kekhawatiran akan potensi kehilangan atau kerusakan materi pembelajaran. “DeafLearn adalah solusi yang dirancang khusus. Dengan fitur-fitur seperti pencocokan gambar dan teks, kuis, dan pelacakan kemajuan, DeafLearn memberikan pengalaman belajar yang menarik dan efektif. Aplikasi ini juga memperkenalkan tulisan tangan, yang membantu anak-anak mengembangkan kemampuan motorik halus dan kemampuan menulis tangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kelvin Lie menjelaskan bahwa DeafLearn memiliki fitur-fitur yang dirancang khusus untuk kebutuhan belajar anak tuli. Gambar dan grafik yang menarik secara visual disesuaikan dengan konten bacaan atau tulisan, sehingga menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan. Ada juga level yang berbeda di setiap kategori membaca dan menulis, sehingga dapat disesuaikan dengan tingkat pembelajaran anak. Melalui peta kemajuan, orang tua dan pendidik dapat menilai kemajuan belajar anak dan membuat jadwal belajar yang teratur.
“Manfaat DeafLearn tidak hanya akan dirasakan oleh guru, tetapi juga orang tua dan anak tunarungu itu sendiri. Aplikasi ini akan memudahkan guru dalam mengajarkan membaca dan menulis kepada anak sekaligus memberikan keleluasaan bagi anak untuk belajar di rumah. DeafLearn dapat dengan mudah diakses oleh orang tua dan anak tunarungu sehingga memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran. Dengan adanya aplikasi ini, komunitas DTLS dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran dan perkembangan literasi anak tunarungu,” tutupnya.