Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian menilai bahwa sebagian daerah masih kekurangan stok batu bara tidak hanya terjadi di PLTU Suralaya PT Indonesia Power di Cilegon, Provinsi Banten saja, namun juga sejumlah PLTU di Pulau Jawa. Komisi VII DPR RI juga mengkritisi kondisi yang terjadi di sejumlah pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang mengalami kekurangan stok batu bara. Komisi VII DPR RI meminta kepada PLN untuk menjamin tak ada pemadaman listrik, kendati ada keterlambatan suplai batu bara.
Ramson mengungkapkan hal tersebut saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI ke PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, Kamis (11/2/2021). Kunjungan ini untuk memastikan terjaminnya penyediaan dan pasokan energi listrik bagi masyarakat, khususnya untuk pasokan listrik ke sistem transmisi Jawa, Madura dan Bali. Ramson menambahkan, ancaman keterlambatan ketersediaan energi primer batu bara ini sebenarnya bukan permasalahan PT PLN Persero atau PT Indonesia Power, tetapi sudah masuk tingkatan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM).
“Keterjaminan dan keamanan energi primer batu bara yang 56 persen sebagai energi primer untuk seluruh pembangkit listrik di Indonesia harus aman. Karena kalau suplai energi primer batu bara itu macet ini, menjadi ancaman untuk terjadi pemadaman atau macetnya aliran energi listrik ke masyarakat umum. PLN diamanatkan untuk menyediakan energi listrik bagi masyarakat umum, jadi ini harus di-back up oleh DPR RI dan Kementerian ESDM yang di sektor kebijakannya. Kita akan mengundang Menteri ESDM dan jajarannya membahas masalah keamanan energi primer batu bara untuk PLTU-PLTU yang dikelola PLN. Ini harus aman. Harus ada kebijakan pemerintah untuk permasalahan ini,” tegas politisi Partai Gerindra itu.
Ramson menambahkan, pihaknya juga meminta komitmen vendor-vendor batu bara untuk menjaga ketersediaan energi primer batu bara yang digunakan PLN untuk penggerak pembangkit listrik. Di sisi lain, Ramson menilai manajemen PLN kurang antisipatif dan proaktif dalam mengantisipasi masalah alam yang terjadi di Kalimantan Selatan. Kekurangan stok batu bara yang dialami PLN dinilai lebih kepada permasalahan teknis. “Strateginya mempersiapkan stok yang lebih besar daripada average stock memang dampaknya cost sedikit lebih besar, tetapi terjadi ketersediaan batu baranya ini yang kurang (diantisipasi) dari direksi PLN,” ungkapnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu menilai kelangkaan batu bara ini terkait persoalan nasionalisme. “Mau harga batu bara di luar (negeri) setinggi apapun, dia (vendor batu bara) harus penuhi dulu kebutuhan yang ada di dalam negeri. Kalau mau ekspor memanfaatkan nilai harga batu bara tersebut, ya produksinya harus ditambah, bukan memindahkan apa yang harus dikirimkan ke Suralaya malah dikirimkan ke negara lain. Yang jelas kepentingan bangsa harus lebih dulu dari pada kepentingan perusahaan,” kritik politisi PDI-Perjuangan itu.
Dalam kesempatan itu juga Direktur Utama PT Indonesia Power Ahsin Sidqi menilai kondisi pasokan batu bara bagi PLTU ini menjadi pembelajaran. Ia mengakui pasokan batu bara sedang sulit. Menurutnya, perlu strategi konversi pembangkit batu bara dengan sumber energi lain, Kendati hal yang tidak mudah untuk mewujudkan hal tersebut, mengingat sumber energi primer yang paling murah untuk digunakan PLN saat ini adalah batu bara. “Terlepas dari apapun sumber energi primer yang digunakan PLN harus tetap mempunyai back up plan terkait dengan kondisi yang terburuk. Jangan sampai tidak ada mitigasi dan merugikan masyarakat,” katanya. (man/sf)