
Jakarta, 4 April 2025 – Baru baru ini, bahasa Indonesia menyambut kata “mokel” yang masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru, KBBI VI Daring. Istilah yang awalnya dikenal sebagai bahasa gaul, terutama di kalangan anak muda saat bulan Ramadan, kini mendapatkan pengakuan formal sebagai bagian dari kosakata resmi bahasa Indonesia. Masuknya kata ini menandai perkembangan dinamis bahasa Indonesia yang terus menyerap istilah-istilah dari budaya populer. Artikel ini akan mengulas asal-usul “mokel”, maknanya, serta fenomena sosial yang menyertainya.
Apa Itu “Mokel”?
“Mokel” adalah istilah yang merujuk pada tindakan membatalkan puasa sebelum waktu magrib tiba, umumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dalam konteks Ramadan, kata ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak kuat menahan lapar atau haus, lalu memilih makan atau minum di siang hari tanpa sepengetahuan orang lain. Meski kini terdaftar di KBBI sebagai verba cakapan (kata kerja informal), “mokel” awalnya adalah istilah gaul yang tidak memiliki definisi resmi dalam kamus sebelumnya.
Penggunaan “mokel” biasanya muncul dalam percakapan santai, terutama di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X, di mana anak muda kerap menjadikannya bahan candaan. Contohnya, “Eh, tadi si A mokel di dapur, pura-pura puasa di depan kita!” Istilah ini mencerminkan kreativitas linguistik masyarakat Indonesia dalam mengadaptasi bahasa untuk situasi sehari-hari.
Popularitas “mokel” mulai melonjak di era digital, terutama melalui media sosial. Awalnya terbatas di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sekitarnya, istilah ini menyebar luas berkat konten-konten humor Ramadan yang viral. Fenomena ini menunjukkan bagaimana teknologi mempercepat penyebaran bahasa daerah menjadi kosakata nasional.
Proses Masuknya “Mokel” ke KBBI
KBBI sebagai kamus resmi bahasa Indonesia bersifat historis dan hidup, artinya ia terus diperbarui untuk mencerminkan penggunaan bahasa yang актуал di masyarakat. Masuknya “mokel” ke KBBI VI Daring pada April 2025 merupakan hasil dari frekuensi penggunaan yang tinggi, terutama selama Ramadan 2024 dan 2025. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud mencatat bahwa istilah ini telah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari lintas daerah, tidak lagi terbatas pada komunitas Jawa.
Proses ini juga didorong oleh diskusi publik di media sosial. Banyak pengguna X, misalnya, merayakan masuknya “mokel” ke KBBI dengan nada guyonan, seperti “MOKEL sudah ada di KBBI, selamat!” (3 April 2025). Pengakuan ini menegaskan bahwa bahasa gaul bisa menjadi bagian dari bahasa formal jika cukup relevan dan diterima luas.
Di sisi lain, dalam percakapan sehari-hari, “mokel” sering digunakan sebagai lelucon ringan. Misalnya, teman yang terlihat lelet atau lesu saat Ramadan mungkin dituduh “mokel” secara bercanda. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada konotasi negatif secara agama, secara sosial istilah ini telah dinormalisasi sebagai bagian dari budaya bercengkerama.
Fenomena Bahasa Gaul dan Ramadan
Masuknya “mokel” ke KBBI bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ramadan di Indonesia selalu diwarnai dengan bahasa gaul yang unik, seperti “budim” (buka diam-diam), “bukber” (buka bersama), atau “godin” (bahasa Sunda untuk mokel). Istilah-istilah ini mencerminkan kekayaan bahasa Indonesia yang mampu menggabungkan elemen daerah dengan konteks modern.
“Mokel” juga menunjukkan bagaimana bahasa gaul menjadi jembatan antar budaya. Meskipun berasal dari Jawa, kata ini kini dipahami oleh berbagai kelompok etnis di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Media sosial memainkan peran besar dalam proses ini, dengan meme, video pendek, dan cuitan yang memperluas jangkauannya.
Perbandingan dengan Istilah Serupa
“Mokel” bukan satu-satunya kata yang menggambarkan tindakan membatalkan puasa sebelum waktunya. Di Jawa Tengah, ada “mokah” yang memiliki makna serupa, meskipun “mokel” lebih mendominasi penggunaan nasional. Di Sunda, “godin” atau “nyemen” juga populer dengan konteks yang sama. Perbedaan ini mencerminkan keragaman dialek lokal yang memperkaya bahasa Indonesia.
Namun, “mokel” memiliki keunikan karena kesederhanaan pengucapan dan fleksibilitasnya dalam berbagai situasi. Dibandingkan “budim” yang merupakan akronim, “mokel” terasa lebih alami sebagai kata utuh, membuatnya mudah diadopsi secara luas.
Masuknya “mokel” ke KBBI pada April 2025 adalah bukti nyata bahwa bahasa Indonesia terus hidup dan berkembang bersama masyarakatnya. Dari akarnya di bahasa Jawa hingga menjadi istilah gaul nasional, “mokel” mencerminkan kreativitas linguistik dan dinamika budaya Ramadan di Indonesia. Meski kini resmi diakui, penggunaannya tetap dalam ranah informal, mengingatkan kita pada pentingnya memahami konteks budaya dan agama di balik setiap kata.