Jakarta, 3 Juli 2021 – Delapan juta ton sampah plastik berakhir di samudera setiap tahunnya dan 60% dari jumlah tersebut berasal dari Asia. Untuk mengatasi permasalahan sampah plastik yang semakin memburuk ini, Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut, Archipelagic and Island States Forum, dan United Nations Development Programme (UNDP) meluncurkan program Ending Plastic Pollution Innovation Challenge atau EPPIC. Lebih dari 140 inovator telah mendaftarkan diri di kompetisi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik di wilayah Asia Pasifik ini. Dari 140 innovator, terpilih 18 peserta yang berasal dari tujuh negara yakni Indonesia, Filipina, Singapura, Kamboja, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Dengan dukungan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Kementerian Luar Negeri Norwegia dan Badan Kerjasama Pembangunan Norwegia, program EPPIC 2021 berupaya untuk menemukan inovasi yang berkelanjutan dan dapat direplikasi sehingga dapat mengatasi sampah plastik di lautan. Pada agenda tahun ini, solusi yang diajukan akan ditargetkan untuk diujicobakan di dua kawasan wisata tersohor yakni Mandalika di Pulau Lombok, Indonesia dan Pulau Samal di Filipina.
Baik Mandalika maupun Pulau Samal terkenal dengan pantai pasir putihnya yang banyak dikunjungi turis sebelum pandemi COVID-19. Total timbulan sampah di Mandalika mencapai 215,7 ton per tahun pada tahun 2020, sedangkan di Pulau Samal sampah yang dihasilkan mencapai 15000 ton setiap tahunnya. Diantara sampah yang dihasilkan di kedua kawasan tersebut yakni botol PET dan plastik kemasan makanan lainnya.
“Portofolio dari inovasi-inovasi yang telah dikumpulkan dari kompetisi ini dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi para pemuda di Indonesia, karena mereka dapat melihat inovasi-inovasi yang telah diterapkan di negara-negara ASEAN lainnya agar kemudian dapat diterapkan di Indonesia, begitu pula sebaliknya. Indonesia juga memiliki gagasan-gagasan yang dapat diterapkan di negara tetangga, mengingat bahwa kita menghadapi masalah sampah plastik yang hampir sama,” papar Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia.
Peserta terpilih akan menjalani program inkubasi selama tiga bulan oleh para inkubator dari Filipina dan Indonesia yang akan dimulai pada Juli 2021. Mereka akan mengikuti serangkaian pelatihan dengan topik yang beragam antara lain terkait ekonomi sirkular, pengukuran dampak, tujuan pembangunan berkelanjutan, pemasaran, dan crowdfunding dengan memanfaatkan dukungan dan jaringan yang luas. Finalis EPPIC akan berkesempatan untuk mengembangkan solusi yang digagas sehingga mampu memaksimalkan hasil yang dapat diperoleh dengan penyesuaian terhadap kondisi wilayah masing-masing.
“Terdapat perluasan ruang inovasi di Filipina yang berpotensi untuk menawarkan solusi jangka panjang untuk krisis plastik yang kita hadapi saat ini. Akan tetapi ide-ide ini tidak muncul begitu saja dalam semalam, melainkan datang dari pengalaman yang tidak menyenangkan dan reaksi masyarakat umum yang salah dalam menangani sampah plastik. Oleh karena itu, diperlukan tempat yang tepat dan dukungan yang kuat untuk mengelola, mengembangkan, dan merancang model yang dapat mencakup problematika ini dan mengubahnya menjadi respon yang sistematis dalam menghadapi tantangan polusi sampah plastik, dan pada akhirnya dapat menjadi sarana mempromosikan gaya hidup yang menerapkan ekonomi sirkular”, ujar Enrico Gaveglia, Wakil Residen UNDP Filipina.
Zulkieflimansyah, Gubernur Nusa Tenggara Barat, berpendapat bahwa kompetisi ini dapat mendukung penyelesaian polusi plastik di Mandalika yang menjadi salah satu Destinasi Wisata Super Prioritas di Indonesia. Sementara itu, menurut Walikota Pulau Samal, Al David Uy, kerjasama dengan UNDP ini merupakan “lompatan besar” untuk meningkatkan inisiatif mereka dalam mengatasi masalah sampah plastik dalam kehidupan masyarakat kepulauan seperti Samal.
Empat peserta terbaik akan dipilih pada bulan Oktober 2021 dan mendapat pendanaan awal bebas ekuitas sebesar 18,000 dolar amerika untuk digunakan dalam implementasi inovasi yang telah diajukan selama sembilan bulan pada proses impact acceleration.