Jakarta, Kemendikbud — Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan akses pendidikan yang terjangkau dan berkeadilan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan atas kebijakan pendidikan, salah satunya dalam hal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Menilik pelaksanaan PPDB tahun sebelumnya, Kemendikbud tahun ini meluncurkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB Tahun 2019/2020 sebagai bentuk evaluasi atas Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, Permendikbud tentang PPDB tahun 2019 merupakan hasil konkret dari evaluasi pelaksanaan PPDB tahun lalu sehingga ke depan Indonesia memiliki acuan lebih baik dalam perumusan kebijakan akses pendidikan yang lebih merata. Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 lahir dari hasil evaluasi pelaksanaan PPDB tahun sebelumnya dengan melakukan uji publik ke lima daerah yaitu Kalimantan Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara, Bali, dan Banten sejak 15 November hingga 4 Desember 2018.
“Aturan ini merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang kita kembangkan dan ini akan menjadi cetak biru yang digunakan Kemendikbud dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada baik di sektor pendidikan formal maupun nonformal serta menemukan formula penyelesaiannya secara terintegrasi dan menyeluruh,” kata Mendikbud saat Taklimat Media tentang Kebijakan dan Program Kemendikbud di Kantor Kemendikbud, Selasa (15/1/2018).
Lebih lanjut ia menuturkan, manfaat pendekatan zonasi adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail sesuai dengan kondisi dari tiap zona agar mendapat penyelesaian yang lebih objektif. “Gambaran makroskopik (gambaran makro) dapat kita pecah-pecah dalam skala mikroskopik untuk diselesaikan menurut zonanya. Zonasi menjadi basis data dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan peta sebaran distribusi guru, ketersediaan sarana prasarana dan fasilitas sekolah, termasuk wajar (wajib belajar) 12 tahun,”tuturnya.
Menyoal keberpihakan sistem zonasi di daerah, terdapat pengecualian bagi sekolah tertentu seperti sekolah swasta, SMK, Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK), Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN), Sekolah Pendidikan Khusus, Sekolah Layanan Khusus, Sekolah Berasrama, Sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), dan sekolah di daerah yang jumlah pendudukan usia sekolah tidak dapat memenuhi ketentuan jumlah siswa dalam satu rombel.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan bahwa daerah 3T tidak menganut sistem zonasi, termasuk di dalamnya SPK dan Sekolah Berasrama. “Dalam permendikbud tidak ada sanksi bagi sekolah-sekolah tersebut. Dinas provinsi, kabupaten/kota akan kita dampingi agar pada bulan Februari bisa dimulai sosialisasi,” katanya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Supriano, menyampaikan bahwa dalam rangka meningkatkan pemerataan mutu pendidikan, sistem zonasi tahun ini berdampak pada distribusi guru dan pembelajaran. “Tidak ada sekolah favorit, ke depan sekolah negeri (mutunya) harus sama (dengan sekolah swasta) sehingga ada pemerataan guru yang berkualitas,” terangnya.
Melalui Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, prinsip yang dikedepankan dalam PPDB adalah nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan untuk mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Peraturan ini bertujuan untuk digunakan sebagai pedoman bagi kepala daerah dan kepala sekolah untuk membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB (zonasi).
Mendikbud mengarahkan agar pemerintah daerah segera membuat petunjuk teknis PPDB dan peraturan kepala daerah dengan berpedoman kepada Permendikbud 51 Tahun 2018. Selain itu, pemerintah daerah harus menetapkan zonasi paling lama satu bulan sebelum proses PPDB dilaksanakan pada Bulan Mei. Sekolah swasta penerima BOS juga tunduk pada peraturan ini mulai tahun ajaran 2020/2021. Permendikbud Nomor 51/2019 juga memastikan agar dalam pelaksanaan PPDB tahun ini tidak ada jual beli kursi maupun titipan peserta didik yang tidak sesuai dengan peraturan.