Palembang (03/09) – Untuk menjamin pelaksanaan program peningkatan kualitas permukiman yang layak huni, tepat sasaran, tepat penggunaan, dan tepat waktu, dibutuhkan data mikro yang lebih operasional.
Sambutan tertulis Kapusdiklat Jalan, Perumahan, Permukiman dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BPSDM PUPR) pada Pelatihan Pendataan Rumah Tidak Layak Huni yang dibacakan oleh Kepala Balai Diklat BPSDM PUPR Wilayah II Palembang, Teuku Faisal Riza, Senin (02/09) selanjutnya mengungkapkan kondisi data perumahan yang ada saat ini sebagian besar merupakan data makro yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dimana data yang diberikan dalam lingkup nasional, sedangkan dalam konteks data kelompok sasaran dan obyek RTLH yang dibutuhkan tidak hanya di tingkat nasional, tetapi di tingkat wilayah (propinsi dan kabupaten/kota).
Karena itu dengan data mikro yang ideal, maka informasi mengenai rumah tidak layak huni (RTLH) dalam kaitannya dengan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) diharapkan bisa disajikan secara lebih spesifik dan direkap dalam unit administrasi terendah, yakni RT/RW atau desa/kelurahan.
Selain itu data yang disajikan tersebut akan lebih baik dalam mengidentifikasi kelompok sasaran dan obyek RTLH itu sendiri, yakni pemilik RTLH, yang mencakup kepala keluarga, alamat, dan jumlah penghasilan, serta karakter fisik dari RTLH itu sendiri, yakni kualitas bangunan, luas bangunan, ketersediaan sanitasi, dll.
Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan tempat tinggal dan lingkungan hidup yang baik. Selain itu rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan, dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya meningkatkan taraf hidup, pembentukan watak, karakter, dan kepribadian bangsa.
Namun menurut data statistik, sebagian besar masyarakat membangun rumahnya secara swadaya, yang artinya perumahan swadaya menjadi tumpuan sebagian besar rakyat Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2010 terdapat 7,9 juta unit RTLH, dimana sebanyak 2,9 juta unit berada di perkotaan dan 5 juta unit berada di perdesaan. Hal ini diamibatkan oleh kemiskinan di Indonesia yang sudah sangat mendesak untuk ditangani, khususnya di wilayah yang sulit dijangkau oleh pemerintah.
Salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin, adalah tidak memiliki akses prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disisi lain berbagai program terkait peningkatan kualitas RTLH dari beberapa kementerian/lembaga (K/L) dan non-KL pun, seperti Program Quick Wins, Pandu Gerbang Kampung dari Menkokesra, Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Program Pengembangan Desa Tertinggal, Program Aspirasi, dan Program LVRI telah marak dilaksanakan dengan berbagai sumber pendanaan, namun dalam pelaksanaannya seringkali mengalami kendala yang muaranya, adalah keterbatasan database RTLH yang menjadikan pelaksanaan program-program tersebut tidak tepat sasaran, tidak tepat anggaran, dan tidak tepat waktu.
Berdasarkan itu pelatihan Pendataan Rumah Tidak Layak Huni tersebut dilaksanakan untuk meningkatkan pendataan terhadap rumah tidak layak huni di daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pelatihan yang diselenggarakan selama enam hari (2-7 September 2019) tersebut dihadiri 28 peserta yang berasal dari unit-unit organisasi layanan kerja BPSDM Kementerian PUPR.
BPSDM PUPR RI, Hotel Santika Premiere Bintaro, Aston Priority Simatupang Hotel, Aston Pluit Hotel, Inspirational Video, Motivational Video