Pemerintahan di era kepemimpinan Joko Widodo semakin serius mendorong pertumbuhan sektor manufaktur di Tanah Air. Komitmen ini diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019.
“Jadi, kita punya arahan jelas ke depan dalam pengembangan industri agar lebih berdaya saing global. Dalam hal ini, pemerintah terus menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberi kemudahan bagi para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (22/3).
Kebijakan tersebut menjadi panduan bagi pemerintah untuk pembangunan industri nasional jangka panjang sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Sasaran dari regulasi ini, antara lain adalah fokus pengembangan industri, tahapan capaian pembangunan industri, dan pengembangan sumber daya industri.
Selanjutnya, pengembangan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, pengembangan industri prioritas serta industri kecil dan menengah, pengembangan perwilayahan industri, serta fasilitas fiskal dan nonfiskal. “Dalam menyusun regulasi, kami selalu mendengarkan masukan dari para pelaku industri nasional,” ungkap Airlangga.
Adapun, beberapa tujuan yang ditetapkan di beleid itu hingga tahun 2019, di antaranya meningkatkan laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 5,5-6,2 persen. Peran industri manufaktur dalam perekonomian ditargetkan bisa berkontribusi sebesar 18,2-19,4 persen. Selain itu, upaya peningkatkan ekspor produk industri dalam negeri.
Melalui Perpres tersebut, pemerintah juga menetapkan sektor-sektor industri yang menjadi andalan masa depan, terdiri dari industri pangan, industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka, industri alat transportasi, industri elektronika dan telematika, serta industri pembangkit energi.
Menperin menegaskan, aktivitas industri manufaktur konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional, misalnya meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan devisa dari ekspor, serta penyumbang terbesar dari pajak dan cukai.
Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian bertekad menjalankan program hilirisasi industri. “Jadi, jangan sampai kita terus mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa ada pengolahan,” ujarnya. Penghiliran yang telah menunjukkan hasil signifikan, meliputi produk berbasis agro dan tambang mineral seperti turunan kelapa sawit, stainless steel, hingga produk smartphone.
Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan manufacturing value added (MVA), Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. MVA Indonesia mampu mencapai 4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen. Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dunia.
“Dari sektor manufaktur, Indonesia secara persentase untuk kontribusinya terhadap PDB, masuk dalam jajaran lima besar dunia. Mengungguli Jepang, India, dan Amerika Serikat. Bahkan ekonomi Indonesia sudah masuk dalam one trillion dollar club, atau sepertiga dari ekonominya ASEAN,” imbuhnya.
Empat Strategi
Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara, Kemenperin telah menetapkan empat strategi dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi inklusif, yaitu melalui kebijakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri, pembangunan industri ke luar pulau Jawa, peluncuran program e-smart IKM, dan penerapan Industry 4.0.
Ngakan menjelaskan, pengembangan SDM industri bertujuan untuk mencipatakan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan di dunia usaha saat ini. Upaya tersebut, antara lain dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi, program link and match SMK dan industri, serta program pelatihan industri dengan sistem 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan).
Dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan itu, Kemenperin menargetkan lebih dari satu juta tenaga kerja industri kompeten yang dihasilkan dan telah tersertifikasi hingga tahun 2019. Selama periode tahun 2013-2017, terjadi peningkatan signifikan terhadap jumlah tenaga kerja sektor industri dari 14,9 juta orang pada tahun 2013 menjadi lebih dari 17 juta orang tahun 2017, atau rata-rata naik 512 ribu orang per tahun.
Selanjutnya, strategi pembangunan industri ke luar pulau Jawa yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya Indonesia sentris dan pengurangan ketimpangan ekonomi. Kebijakan ini dilakukan dengan memfasilitasi pembangunan kawasan industri yang mayoritas berlokasi di luar pulau Jawa.
“Saat ini, sebanyak 10 kawasan industri baru sudah beroperasi, dan ada tiga kawasan industri yang menyusul selesai pembangunannya pada tahun ini, serta ditargetkan lima kawasan industri baru pada tahun 2019,” ungkap Ngakan. Dengan demikian, sampai tahun 2019 terdapat 18 kawasan industri baru, melebihi target program nawacita sebanyak 10 kawasan industri.
Mengenai kebijakan e-smart IKM, ditujukan untuk peningkatan kesempatan bagi IKM nasional dalam memasarkan produk secara lebih masif melalui platform digital. “Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pembangunan Industry 4.0 yang saat ini tengah dikembangkan,” kata Ngakan.
Pada tahun 2017, sebanyak 1730 IKM telah mengikuti workshop e-Smart IKM. Tahun 2018 ditargetkan bertambah sebanyak 4000 IKM dan tahun 2019 membidik hingga 5000 IKM. Para peserta workshopmendapat pelatihan untuk peningkatan daya saing dan produktivitas usahanya serta cara berjualan di marketplace.
Dalam pengembangan Industry 4.0, Kemenperin telah menyusun roadmap yang difokuskan pada lima sektor manufaktur, yakni indutri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.“Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap yang terintegrasi untuk implementasi sejumlah strategi kita dalam memasuki era revolusi industri keempat,” jelasnya.
Kepala BPPI pun berharap peran aktif pengusaha dalam mendukung sasaran pembangunan ekonomi Indonesia yang inklusif tersebut. “Pengusaha memiliki peranan penting sebagai aktor utama penggerak ekonomi nasional. Dengan dunia usaha semakin meningkat, maka potensi penumbuhan menumbuhkan usaha-usaha baru di sektor produktif akan mampu menciptakan peluang kerja yang lebih banyak lagi,” paparnya.