Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 3 April 2018. Sejak tahun 2015, KLHK melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) LHK telah melakukan penanganan 2.052 pengaduan, dan pengawasan terhadap 462 perusahaan, yang meliputi 1.544 perizinan lingkungan. Sedangkan, khusus kasus terkait limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), telah diterbitkan sanksi administratif pada 61 perusahaan, proses penegakan hukum pidana sebanyak 65 kasus, dan 9 kasus diantaranya telah siap untuk disidangkan di pengadilan. Hal ini disampaikan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Gakkum LHK, saat jumpa pers di Jakarta (02/04/2018).
Ditambahkan Rasio Ridho, kasus-kasus tersebut berasal dari 67 pengaduan masyarakat, dan pengawasan izin pengelolaan lingkungan sebanyak 137 perusahaan. Sementara, berkaitan dengan pengaduan masyarakat terhadap dugaan pencemaran limbah B3, Rasio Ridho menegaskan, “KLHK akan memprioritaskan upaya peningkatan kepatuhan, dan penegakan hukum terhadap pengelola limbah B3, baik yang dilakukan oleh perusahaan penghasil, maupun perusahaan jasa pengolah limbah”.
Hal ini dilakukan karena ada indikasi di beberapa tempat terjadi pembuangan/dumping limbah B3. “Mengingat limbah B3 bersifat infeksius, seperti halnya limbah medis dan bersifat beracun (toksik), serta mudah terbakar dan meledak, seperti limbah-limbah dari bahan kimia, yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat, pada masa kini dan masa yang akan datang”, jelas Rasio Ridho Sani.
Tidak ketinggalan, Rasio Ridho juga menerangkan bahwa pihaknya saat ini penyidik KLHK sedang melakukan pulbaket intensif dan pengawasan terhadap perusahaan jasa pengelola limbah B3, untuk menangani limbah medis yang dibuang di sekitar Desa Panuragan Lor, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan penumpukan limbah B3 berupa kantung berisi slag sisa peleburan alumunium untuk menguruk jalan dan tanggul sawah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
“Penyidik KLHK akan menjerat Pelanggaran terkait pengelolaan limbah B3 dengan Pasal 102, 103, dan 104 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukum penjara paling singkat satu tahun dan denda paling sedikit Rp 1 miliar dan masimal Rp 3 miliar. KLHK juga akan melakukan Penegakan Hukum Perdata dengan melakukan verifikasi dan perhitungan oleh tenaga ahli mengenai besarnya ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan”, jelas Rasio Ridho Sani.
Sementara menanggapi masalah tumpahan minyak di Perairan Balikpapan, Rasio Ridho Sani menerangkan, terdapat dua peristiwa, yaitu tumpahan minyak di perairan dan kebakaran kapal. “Untuk tumpahan minyak, sejak hari Sabtu telah dikirim petugas ke lapangan untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket), dan pengambilan sampel minyak, serta melakukan pendalaman tentang kejadian tersebut bersama pihak-pihak terkait di Kaltim”, lanjutnya.
Saat ini KLHK telah menurunkan personel dari Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dan Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Gakkum) untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan, dan melakukan mitigasi atas dampak lingkungan dari kejadian ini.
Dalam keterangan persnya, Rasio Ridho menerangkan, bahwa KLHK berkoordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup, pihak Pertamina dan instansi terkait di Balikpapan. Secara pararel pihak KLHK juga sambil mengumpulkan sampel-sampel untuk mengetahui sejauh mana dan seluas apa sebaran tumpahan minyak ini dan bagaimana dampaknya, ujar Rasio Ridho Sani. Tim KLHK sendiri telah memulai investigasi sejak Sabtu lalu (31/3/2018).
Yang terpenting adalah, penyebaran minyak tidak meluas, dan memastikan pihak-pihak terkait bertanggung jawab atas segala kerugian. “Kita harus benar-benar mendapat kepastian dari mana minyak ini berasal dari Pertamina atau dari sumber lain”, ucap Rasio Ridho.
Minyak sendiri memiliki ciri-ciri spesifik, yang bisa digunakan KLHK untuk melihat sumber utama dari mana minyak-minyak tersebut berasal. Terkait pertanyaan waktu yang dibutuhkan dalam penanganan tumpahan minyak tersebut, Rasio Ridho menyatakan untuk investigasi dan pemulihan memakan waktu yang cukup panjang, namun KLHK telah memiliki pengalaman dalam penanganan limbah minyak ini, seperti yang pernah terjadi di Pekalongan beberapa tahun yang lalu.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya KLHK juga telah melakukan penegakan hukum pidana dimana kasus P-21 (berkas sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan), untuk 430 kasus, dan penerapan 418 sanksi administrasi, serta penyelesaian sengketa terhadap 126 Kasus senilai Rp. 17,52 trilyun, dimana 110 perkara di luar pengadilan dan 16 perkara melalui pengadilan.