RI-Swiss Jalin Kerja Sama Pendidikan Vokasi Industri Senilai Rp110 Miliar

Pemerintah Indonesia dan Swiss sepakat melakukan kerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi, terutama terkaitpengembangan sistem politeknik dan akademi komunitas. Kolaborasi yang dinamakan The Skills for Competitiveness (S4C) Project ini bertujuan untuk memberikan terobosan dalam upaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) sesuai kebutuhan dunia industri.

Pemerintah Swiss akan memberikan bantuan sebesar Rp110 miliar dalam bentuk fisik dan pelatihan untuk empat sekolah vokasi Kementerian Perindustrian dan satu milik Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,” kata Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto di Davos, Swiss, Jumat (26/1).

Komitmen bilateral ini ditandai melalui penandatanganan MoU antara Menperin RI dengan Menteri Ekonomi, Pendidikan, dan Riset Swiss Johann N Schneider-Ammann di sela kegiatan World Economic Forum (WEF) 2018 di Davos.

Keempat sekolah vokasi Kemenperin yang akan dibantu, yaitu Politeknik Baja Batulicin, Kalimantan Selatan, Politeknik Logam Morowali, Sulawesi Tengah, Politeknik Kayu dan Pengolahan Kayu Kendal, Jawa Tengah, serta Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, Sulawesi Selatan. Sementara itu, satu sekolah milik Kemenristekdikti adalah Politeknik Pemrosesan Ikan Jember, Jawa Timur.

Menurut Airlangga, kerja sama kedua belah pihak ini akan meliputi beberapa aktivitas seperti manajemen, kuliah dan pelatihan, penambahan kurikulum, serta penyiapan jejaring dan dukungan teknis dalam pengembangan sistem pendidikan vokasi. “Mereka berkomitmen mendanai fase pertama selama empat tahun proyek,” ujarnya.

Menperin menambahkan, program ini akan menghasilkan anak muda dengan kualifikasi dan kualitas lebih baik yang dapat mengisi posisi manajemen tingkat menengah di industri untuk mengoptimalkan proses produksi. “Apalagi, salah satu kunci dalam penerapan Industry 4.0 adalah pembangunan SDM,” imbuhnya.

Menperin menilai Swiss merupakan salah satu negara yang unggul mengembangkan pendidikan vokasi, khususnya dalam penerapan sistem ganda (praktik dan terori). “Swiss ingin agar Indonesia juga punya kemampuan yang sama,” lanjutnya.

Untuk itu, Kemenperin terus gencar meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri di sejumlah wilayah di Indonesia. “Implementasi program ini seperti yang diterapkan di sekolah-sekolah vokasi kami karena telah menjadi rujukan,” ungkapnya.

Hingga saat ini, Kemenperin memiliki sembilan SMK, sembilan Politeknik, dan satu Akademi Komunitas. Seluruh unit-unit pendidikan ini mempunyai program studi khusus untuk pengembangan industri di wilayah tersebut. “Kami telah menerapkan 70 persen praktik dan 30 persen teori. Makanya, 98 persen lulusan kami terserap kerja, bahkan sudah dipesan industri,” ujar Airlangga.

Hasil pelaksanaan program pendidikan vokasi link and match tersebut, Kemenperin telah melakukan penyelarasan sebanyak 35 program studi yang dibutuhkan industri saat ini untuk diterapkan pada kurikulum di SMK. Misalnya materi mengenai teknik ototronik, teknik audio dan video, serta teknik robotik yang tengah dibutuhkan oleh sektor industri otomotif saat ini terutama dalam menghadapi era ekonomi digitan dan Industry 4.0.

Negara-negara di kawasan Asean juga sepakat untuk fokus mengembangkan sektor industri yang akan menjadi leaders masa depan, seperti industri otomotif, elektronika serta makanan dan minuman. Sebagai percontohan implementasi di era digital ekonomi sekarang ini, Pemerintah Indonesia dan Swiss siap untuk berkolaborasi,” papar Menperin.

Menteri Schneider-Ammann menjelaskan, MoU tersebut merupakan dasar hukum untuk pelaksanaan program vokasional baru S4C Project di Indonesia. “Program ini akan diimplementasikan oleh Swisscontact dengan SITECO dan Fachhochschule Biel, yang akan didesain sebagai program delapan tahun. Pada fase pertamanya dimulai pada 1 Februari 2018,” tuturnya.

Dia menambahkan, guna meningkatkan kualitas sistem pendidikan vokasi di Indonesia, kontribusi penting yang perlu dilakukan adalah melalui penguatan lembaga serta penambahan struktur dan jasa antara politeknik dengan industri. “Jika mampu membangun SDM kompeten, perusahaan akan jadi lebih kompetitif, memperluas pasar, menyediakan lapangan kerja yang lebih banyak, dan yang terpenting bisa meningkatkan kesejahteraan,” ucapnya.

Related posts

Leave a Reply