JAKARTA – Pemerintah memberikan usulan untuk tarif ojek online adalah Rp. 2.000 per kilometer. Harga ini sudah termasuk dari keuntungan dan biaya jasa. Karena berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kementerian Perhubungan, harga tarif pokok yang pantas adalah di kisaran Rp. 1.400 – 1.500. Dengan besaran ini maka akan menguntungkan semua pihak, baik dari sisi aplikator maupun bagi pengendara ojek online.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai melakukan rapat Pembahasan Taksi Online dan Ojek Online bersama Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Menteri Kominfo Rudiantara, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan perwakilan Grab dan Gojek, di Kantor Staf Presiden, Rabu sore (28/3).
“Kemenhub memiliki perhitungan harga tarif pokok ojek online sekitar Rp. 1.400-1.500. Dengan keuntungan dan jasanya sehingga tarifnya menjadi Rp. 2.000. Namun Rp. 2.000 itu harus bersih, jangan dipotong menjadi Rp. 1.600 atau berapa. Oleh karenanya ini yang menjadi modal kepada mereka untuk secara internal mereka menghitung. Senin (2/4) nanti harapan kita sudah ada keputusan dari pihak perusahaan,” jelas Menhub.
Hasil dari pertemuan ini adalah untuk besaran tarif ojek online, penentuan tarifnya adalah hak perusahaan untuk menentukan. Pemerintah tidak boleh menekan dan mengintervensi. Karena perusahaan juga memiliki perhitungan tersendiri untuk mengeluarkan seberapa besar tarif per kilometernya.
“Poinnya bukan naik atau tidaknya tarif, tapi yang diinginkan adalah pendapatan dari driver itu dinaikkan. Itu sudah kami sampaikan pesan pengendara ojek ini kepada aplikator. Prinsipnya mereka akan menyesuaikan, besarannya itu mau menjadi berapa, nanti mereka yang akan menghitung lagi. Intinya adalah mereka siap untuk menaikkan. Pastilah tarif yang akan disulkan akan proporsional. Karena dari aplikator itu ingin juga mensejahterakan pengendara ojeknya. Besarannya nanti manajemen akan rembukan,” ujar Kepala KSP Moeldoko.
Moeldoko melanjutkan bahwa usaha antara perusahaan aplikator dan driver ojek online adalah bersifat kemitraan. Sehingga dalam kemitraan itu mesti ada keseimbangan antara kedua belah pihak. Kalau salah satu hanya memikirkan diri sendiri, maka berhak untuk memutuskan kerja sama.
“Saya pikir ini sudah masuk ke dalam manajemen mereka. Karena namanya kemitraan, mesti ada kesepakatan antar mereka. Kita tidak bisa menentukan tarif per kilometernya harus berapa. Maka kesepakatan internal mereka itu harus ada, agar terjadi kepuasan antara sesama,” tambah Moeldoko.
Sementara itu Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan akan mencoba mendalami hal ini sesegera mungkin, karena ini terkait dengan penerapan hubungan kerjanya. Bagaimana skema yang diterapkan, sebab menurutnya hal ini masuk kategori non standart form employement.
“Karena ini masuk jenis bisnis yang baru, jadi pada intinya kita ingin memastikan kedua belah pihak dalam posisi yang win-win. Jadi ada perlindungan terhadap tenaga kerjanya pada satu sisi, tetapi juga dari sisi industrinya tetap bisa tumbuh,” kata Hanif.
Perusahaan Aplikator akan Menjadi Perusahaan Jasa Angkutan
Pada kesempatan yang sama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan akan berusaha untuk menampung aspirasi terkait PM 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Salah satu yang dibahas yaitu bahwasanya keberadaan daripada koperasi dan badan usaha yang menjembatani anatara driver dan perusahaan aplikator sebaiknya tidak ada. Hasilnya adalah bahwa perusahaan aplikator itu nantinya dijadikan perusahaan jasa angkutan.
“PM 108/2017 kita juga melihat, kita akan berusaha untuk menampung aspirasi bahwasanya keberadaan daripada koperasi atau badan usaha itu sebaiknya tidak ada. Dan aplikator itu juga sebagai perusahaan transportasi agar kontrol itu berjalan dengan baik. Ini kita akan diskusikan dengan para aplikator. Insya Allah kita ada suatu titik temu,” sebut Menhub.
Lebih lanjut Kepala KSP Moeldoko mengatakan telah berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kominfo karena pada kedua Kementerian inilah terdapat wewenang.
“Tadi kita sudah bersepakat bahwa aplikator itu nantinya dijadikan perusahaan jasa angkutan. Disamping dia aplikator. Jadi nanti garisnya adalah dari driver langsung kepada aplikator. Tadi beliau-beliau sudah menyepakati dan nanti tinggal kita tindaklanjuti. Selanjutnya untuk keberlangsungan PM 108/2017, sementara karena ada penyempurnaan disana-sini akan disesuaikan pemberlakuannya,” pungkas Moeldoko.