Jakarta, 28 Agustus 2020 – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengoptimalkan penggunaan desain dan storytelling dalam mengembangkan dan memasarkan produk para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.
Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Wawan Rusiawan, Jumat (28/8/2020), menekankan pentingnya penggunaan desain dan narasi yang kuat bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif dalam memasarkan produk mereka sehingga semakin menarik perhatian konsumen.
“Kita memiliki banyak produk. Sayangnya pelaku parekraf belum memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan sebuah produk ke dalam desain yang menarik dan narasi yang kuat. Oleh karena itu, desain dan narasi menjadi suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, agar dapat menciptakan produk yang luar biasa,” ujar Wawan.
Untuk mendukung hal itu, para pelaku ekonomi kreatif harus terlebih dahulu melakukan pengkajian data yang cukup lengkap. Sebab Wawan menilai pentingnya kelengkapan data dalam hal apapun, termasuk untuk sebuah produk yang akan menggerakkan seseorang untuk bertindak atau memutuskan membeli.
“Ketika kita berbicara mengenai data, maka data merupakan komponen penting dalam kegiatan riset dan kajian studi. Kita dapat mentransformasikan data menjadi sebuah informasi yang akhirnya menjadi basis dalam pengambilan keputusan secara tepat,” kata Wawan.
Untuk itu, Kemenparekraf/Baparekraf menggelar seminar daring Bincang Inklusif Seputar Metadata (BISMA). Melalui kegiatan ini para pelaku usaha parekraf dibekali pemahaman sekaligus bisa berbagi pengetahuan terkait cara membuat desain dan narasi dengan baik dan menarik serta sebagai sarana mengumpulkan infromasi berbasis data pelaku parekraf.
Seminar daring ini menghadirkan dua narasumber yakni Desainer Sugeng Untung dan Produser Film dan Penulis Buku Handoko Hendroyono.
Dalam paparannya, Produser Film dan Penulis Buku, Handoko Hendroyono, mengatakan storytelling sangat penting bagi conscious consumer. Dimana konsumen memiliki rasa kepedulian dan kesadaran akan kebaikan dan tanggung jawab. “Sebagai contoh, ketika konsumen minum kopi, mereka memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar mengenai background dari kopi tersebut, seperti petani nya siapa, bagaimana cara mengolah kopi, jenis-jenis kopi, manfaat kopi, dan lain sebagainya. Informasi seperti ini bisa kita kemas melalui storytelling yang baik,” ujar Handoko.
Dengan storytelling para pelaku parekraf dapat memperkenalkan sebuah produk atau karya dengan menceritakan nilai atau makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga, menciptakan kesan atau energi positif yang menyentuh hati dan menciptakan hubungan emosional antara produk dengan konsumennya.
Handoko menyarankan ketika para pelaku parekraf membuat sebuah produk maka harus memulai dengan narasi yang benar. Narasi tidak selalu dalam bentuk alur cerita tetapi juga alur strategi. “Seperti, waktu lalu, ketika mendirikan M-bloc. Narasi dimulai dengan melakukan press conference, tujuannya adalah untuk mempresentasikan sekaligus memperkenalkan konsep M-bloc agar menarik perhatian talent-talent terbaik di bidangnya, baik film, fashion, musik, maupun food and beverage,” ujar Handoko.
Menurut dia, dengan menggandeng talent-talent terbaik untuk melakukan kolaborasi makanakan menciptakan jejaring kerja yang luas. “Karena bisnis adalah connecting the dots bukan mengalahkan lawan, bagaimana kita bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak menjadi suatu hal yang sangat penting,” kata Handoko.
Ia melanjutkan, langkah selanjutnya ketika brand sudah berkembang pesat, maka para pelaku parekraf pun tetap harus terus melakukan inovasi dan menciptakan kreativitas tanpa henti. “Setelah sukses pun, kita harus membuat narasi-narasi kembangan baru untuk memperkuat culture narasi yang lama,” jelas Handoko
Desainer, Sugeng Untung, menambahkan, selain narasi, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan dan memasarkan produk adalah desain. “Di era global, produsen produk harus mencari tahu apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Meski, konsumen itu sendiri sesungguhnya belum memikirkan produk tersebut. Dalam konteks itu, sebuah produk harus adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman,” kata Sugeng.
Ia melanjutkan, zaman dan pola pikir konsumen akan sangat mempengaruhi eksistensi sebuah produk. “Keinginan konsumen akan sebuah produk itu berkembang seiring dengan perubahan zaman. Sebagai contoh kipas angin. Dahulu, kipas angin memiliki model dan desain yang standar. Tetapi seiring perkembangan dan kebutuhan konsumen, maka desain kipas angin pun berubah dengan berbagai macam jenis,” ungkap Sugeng.
Oleh karena itu, ia menekankan, desain dan storytelling memiliki value yang besar bagi sebuah produk. “Semua produk, pasti mempunyai desain dan storytelling. Tidak ada satupun produk di dunia ini yang tidak didesain. Desain adalah proses pemecahan masalah, solusi dan inovasi, serta interaksi yang berujung pada kepuasan konsumen. Produk yang baik pasti akan laku. Kalau tidak laku pasti ada kekeliruan pada desain,” kata Sugeng.
Oleh karena itu, ia menegaskan, penting bagi pelaku parekraf untuk memperhatikan desain pada sebuah produk. Sebab desain yang menarik mampu menjadikan produk untuk memiliki daya tarik lebih bagi konsumen.