Banyuwangi, 17 Juni 2018 — Diaspora atau para perantau memiliki peran dalam pengembangan pariwisata Banyuwangi. Dampaknya, kunjungan wisatawan ke Banyuwangi meningkat drastis sehingga ekonomi lokal pun ikut meningkat. Indeks kemiskinan di Banyuwangi menurun menjadi 8,79 persen pada 2016. Angka ini jauh lebih rendah dibanding angka kemiskinan di Provinsi Jawa Timur lainnya.
Berdasarkan data, wisnus yang datang ke Banyuwangi pada 2010 berjumlah 497.000, meningkat pada 2017 yakni 4,01 juta. Kunjungan wisman juga mengalami peningkatan, dari 5.205 orang pada 2010 menjadi 91.000 orang pada 2017. Sementara, target wisman tahun 2018 ditetapkan sekitar 100.000 wisatawan.
“Peningkatan pendapatan per kapita juga melonjak dua kali lipat. Dari Rp 20,8 juta (2010) menjadi Rp 41,6 juta per orang per tahun (2017). Penurunan angka kemiskinan dikarenakan semua pihak bekerjasama, terutama dalam meningkatkan unsur 3A di Banyuwangi sehingga jumlah wisatawan yang datang terus meningkat”, jelas Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pada pertemuan Diaspora Minggu (17/6) di Pendopo Sabha Swagata, Blambangan, Banyuwangi.
Berdasarkan data, pertambahan homestay di Banyuwangi sangat pesat. Banyuwangi memiliki 300 homestay pada 2017. “Masyarakat yang membangun desa sendiri dari homestay pertamanya. Lalu di dalam homestay-nya dikasih atraksi wisata seperti membuat kerajinan, membuat kue, jadilah lama nginapnya,” tutur Bupati Anas.
Anas berharap, kegiatan Diaspora Banyuwangi bisa menumbuhkan rasa cinta daerah bagi para perantau. “Acara ini kami desain untuk semakin menguatkan cinta kepada Banyuwangi. Di sini mereka saling bersapa, memunculkan kembali kenangan masa kecilnya,” katanya Anas lagi.
Momen dan kesempatan ini bisa menjadi tempat untuk menggalang solidaritas membangun daerah dan saling bertukar informasi. Semua hadirin, terutama para dispora bisa membangun jejaring untuk bersama-sama mengembangkan daerah. Bagi mereka yang sudah sukses jadi pengusaha di Jakarta, misalnya, bisa bermitra dengan UMKM di Banyuwangi. Bukan semata-mata bisnis, tapi tergerak oleh cinta daerah dan semangat mengembangkan daerah.
Dalam kesempatan itu, disediakan beragam kuliner lokal secara gratis. Berbagai makanan khas Banyuwangi disajikan, mulai pecel pitik, rujak soto, nasi cawuk, lontong sayur, hingga sayur kelor sambal sereh. Sejumlah atraksi seni-budaya setempat juga akan ditampilkan.
Semoga ini bisa mengobati kerinduan para perantau yang kembali mudik di Banyuwangi. Diaspora ini bukan hanya warga yang lahir di Banyuwangi, tapi mereka yang tinggal di berbagai daerah tapi cinta Banyuwangi,” kata Anas.
Para perantau yang hadir tercatat dari Korea Selatan, Selandia Baru, Jepang, Taiwan, Hong Kong. Juga dari Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Bali, Jakarta, hingga Bandung.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya memberikan apresiasi terhadap keterlibatan Diaspora dalam mengembangkan pariwisata Banyuwangi. “Hubungan antar warga itu jauh lebih kuat dan dahsyat dibandingkan hubungan bisnis. Silaturahim perantau setahun sekali dan bertepatan dengan momentum halal bihalal ini sarana yang baik untuk memperkuat jalinan hubungan personal atau hubungan antar warga untuk memajukan daerah,” kata Menpar Arief Yahya.
Menpar Arief berpendapat, pengembangan pariwisata Banyuwangi masih bisa dioptimalkan, khususnya dengan cara melibatkan perantau dan para pecinta pariwisata. “Saya gembira dengan perkembangan yang ada. Tentu masih ada kekurangan, itu pasti. Nah itu ayo diperbaiki dan dibantu bersama-sama,” ujarnya lagi.
Pada kesempatan itu, Menpar Arief memberi semangat pada hadirin untuk terus mengembangkan pariwisata Banyuwangi. Menpar meminta para diaspora Banyuwangi yang hadir untuk membangun Banyuwangi sesuai dengan peran mereka saat ini.