Seremonia.id – Pulau Kalimantan, sebagai salah satu bagian penting dari Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati dan lingkungan alam, telah menjadi sorotan dalam menjaga kelestarian hutan. Masyarakat Dayak Iban yang hidup di pedalaman Pulau Kalimantan memegang peran krusial dalam menjaga hutan hijau dan keberlanjutan alam selama ratusan tahun. Sebagai penulis berita profesional, Anda memiliki tanggung jawab untuk mengangkat berita ini dengan penuh integritas dan objektivitas.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memiliki posisi sebagai pemilik hutan tropis nomor tiga terbesar di dunia, setelah Brasil dan Kongo. Lebih dari 59 persen daratan Indonesia terdiri dari hutan tropis, dengan luas sekitar 125.795.306 hektare, yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global.
Namun, upaya pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri telah menyebabkan berkurangnya luas hutan dan mengancam paru-paru bumi. Dalam konteks ini, masyarakat Dayak Iban di zona penyangga Taman Nasional Betung Kerihun di Pulau Kalimantan muncul sebagai contoh yang menginspirasi.
Masyarakat Dayak Iban adalah bagian dari enam rumpun besar Dayak, penduduk asli Pulau Kalimantan yang telah tumbuh menjadi 268 subsuku. Mereka menempati hutan adat seluas 9.425,5 hektare di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Konsep hutan adat adalah bagian dari perhutanan sosial dan dapat berada di atas kawasan hutan negara atau hutan hak adat, dan pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat (MHA).
Dalam usaha mereka menjaga kelestarian hutan, masyarakat Dayak Iban mengaplikasikan prinsip-prinsip adat yang telah diwariskan turun-temurun. Mereka menjaga harmoni dengan alam karena menganggap hutan sebagai sumber kehidupan. Hutan memberi mereka sumber makanan, bahan obat-obatan, air bersih, serta tempat kuburan leluhur. Konsep ini tercermin dalam pepatah mereka, “hutan seperti ibu yang memberi kami makan dan menyediakan udara untuk kami bernapas.”
Pada aspek pengelolaan hutan, masyarakat Dayak Iban memiliki aturan-aturan yang ketat. Mereka menerapkan batas pemotongan kayu dan penggantian bibit, menjaga kesuburan tanah, dan merayakan upacara adat sebelum musim tanam. Hal ini memastikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, menghindari kerusakan lingkungan, serta menjaga kesinambungan ekosistem.
Penghargaan dan pengakuan dari berbagai pihak juga menjadi bukti bahwa usaha masyarakat Dayak Iban dalam menjaga hutan adat telah mendapat apresiasi dunia. Mereka telah dianugerahi Sertifikat Ekolabel dari Lembaga Ekolabel Indonesia, Kalpataru dari Pemerintah Indonesia, serta Equatorial Award dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Penghargaan terakhir ini menggarisbawahi kontribusi mereka dalam mengatasi perubahan iklim, mengentaskan kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan alam.
Selanjutnya, masyarakat Dayak Iban dari Dusun Sungai Utik juga berhasil memenangi Gulbenkian Prize for Humanity tahun 2023, yang diselenggarakan oleh Yayasan Calouste Gulbenkian di Portugal. Penghargaan ini menegaskan peran inspiratif mereka dalam menjaga hutan dan lingkungan alam, serta memberi dampak positif bagi komunitas lokal dan global.
Penghargaan-penghargaan ini tidak hanya memberi apresiasi, tetapi juga mengingatkan kita semua tentang pentingnya menjaga alam dan keseimbangan ekosistem. Keberhasilan masyarakat Dayak Iban dalam merawat hutan adat mereka memberikan inspirasi bagi kita semua untuk mengambil langkah-langkah positif dalam melindungi lingkungan dan warisan alam untuk generasi mendatang. Dalam menjalankan tugas sebagai wartawan profesional, Anda dapat terus memberikan liputan yang mendalam dan berimbang tentang upaya mereka dalam menjaga keberlanjutan alam, serta mengamati bagaimana tindakan ini mungkin dapat memicu perubahan yang positif dalam perlindungan lingkungan di seluruh dunia.