Produk Kerajinan Lokal Unjuk Gigi di Pameran Internasional

Produk kerajinan karya anak bangsa Indonesia berhasil tampil pada ajang pameran internasional, Salone del Mobile Milano 2018 di Italia. Upaya ini merupakan fasilitasi Kementerian Perindustrian dalam rangka pengembangan potensi industri kreatif Tanah Air sekaligus untuk memperluas pasar ekspor.

“Produk kerajinan itu di antaranya dari Bali Creative Industri Center (BCIC), salah satu pusat inovasi di bawah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin. Sejak tahun 2015, BCIC menjadi tempat berkumpul para wirausaha dan inkubator kreatif di bidang fesyen, kriya, dan animasi,” kata Dirjen IKM Gati Wibawaningsih di Jakarta, Minggu (22/4).

Menurut Gati, melalui BCIC, pihaknya fokus mendorong terciptanya wirausaha industri baru dan meningkatkan nilai tambah produk lokal agar dapat bersaing di pasar global. Adapun program yang dilaksanakan, antara lain Design Lab, Creative Camp, Inkubator Bisnis Kreatif, Indonesian Fashion and Craft Award (IFCA), pelatihan dan pameran karya.

“Selama tiga tahun belakangan, program andalan BCIC di antaranya adalah Design Lab. Alhasil, tahun inimampu membawa produk terbaik kami untuk ditampilkan di Salone del Mobile Milano 2018,” ujarnya. Pameran desain dan furnitur internasional ini berlangsung selama tanggal 17-22 April 2018, dengan diikuti sebanyak 2.000 peserta dari berbagai negara di dunia untuk menghadirkan inovasi produk kontemporer yang menggabungkan unsur desain, teknologi, flesibilitas dan keberlanjutan.

Dalam pameran tersebut, Indonesia memiliki satu pavilion yang dinamakan “IDentities” berada di Hall 14 stand F30. Paviliun Indonesia ini menampilkan karya terkurasi dari 27 desainer Indonesia. “Banyak produk kerajinan dalam negeri kita sebenarnya layak ditampilkan di dunia desain internasional karena berkualitas dan berdaya saing tinggi,” ungkap Gati.

Dua produk unggulan BCIC yang mewakili Indonesia, yaitu produk lampu dengan nama “Cengkeh” karya Genie Anggita yang terinspirasi dari masa kejayaan rempah Indonesia dalam perdagangan Internasional. Produk ini diproduksi bekerja sama dengan para kriyawan di Sentra Tembaga Tumang, Boyolali.

“Kita mencoba memperkenalkan kekayaan Indonesia di produk kami. Kita mendukung material lokal yaitu rotan, bambu, dan juga pengrajin lokal. Tak hanya itu, kami juga ingin memperkenalkan nilai-nilai budaya, sejarah dan cerita rakyat Indonesia di produk tesebut,” papar Genie.

Produk selanjutnya adalah Taratan, sebuah lampu rotan rancangan Ilhamia Nuantika yang bekerja sama dengan para pengrajin rotan asal Jawa Timur. Taratan terinspirasi dari filosofi budaya Madura dan menggunakan sifat rotan untuk memainkan impresi cahaya yang dihasilkan. “Di proses pembuatannya, kami berdiskusi dengan para pengrajin lokal. Akhirnya, kami memilih menggunakan proses handmadedibanding buatan pabrik, untuk mendukung pengrajin lokal,” jelas Nuantika.

Penumbuhan IKM alas kaki

Di samping itu, Gati menyampaikan, pihaknya fokus pula pada penumbuhan dan peningkatan daya saing IKM alas kaki nasional. Oleh karenanya, melalui unit di bawah Ditjen IKM, yakni Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) sedang melaksanakan lomba desain alas kaki yang bertajuk International Footwear Creative Competition (IFCC).

“Sejak tahun 2017, lewat IFCC, kami ingin memperkuat branding BPIPI sebagai salah satu benchmark untuk pelaksanaan event kreatif di Indonesia dengan meluncurkan paket 3in1 creative footwear competition,yaitu Design, Photography, dan Videography,” terangnya.

Target dari kegiatan tersebut adalah, partisipasi dari generasi milenial. Pasalnya, mereka akan menjadipeluang dan potensi bisnis jangka panjang. Hal ini seiring jumlah populasi Indonesia pada tahun 2025 yang akan didominasi oleh usia 20-39 tahun sebanyak 30 persen. Desain, fotografi dan videografi dinilai bisa memberikan inspirasi baru bagi generasi muda untuk lebih mendalami bisnis IKM alas kaki.

Gati pun berharap, IFCC mampu menumbuhkan pelaku IKM dan penguatan branding alas kaki nasional. “Tentu segmen ini mempunyai karakteristik unik sehingga dibutuhkan pendekatan yang kreatif untuk menciptakan ketertarikan profil segmen pada industri alas kaki ini, antara lain kecenderungan pada anti arus utama, semangat, quick response, peluang menciptakan pasar baru, urban, komunitas berbasis hobi, serta berbasis media online dan customized,” paparnya.

Tema kegiatan IFCC tahun 2018 adalah Challenge your Creativity, yang dibuka untuk umum dengan target 300-400 peserta dari berbagai komunitas, pelajar, dan perguruan tinggi. Peserta yang ingin mengikuti kegiatan ini dapat mendaftar melalui link bit.ly/makerstalkDKI atau melalui website resmi www.bpipi.kemenperin.go.id/ifcc2018/.

Gati optimistis, di masa datang, konsumsi alas kaki akan semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan tingkat daya beli. Tidak hanya pasar lokal yang berpotensi besar, peluang pasar ekspor untuk produk alas kaki juga sangat menjanjikan. ”Dengan potensi jumlah penduduk yang besar, captive local market sudah jelas menjadi peluang yang harus dikuasai tuan rumah sendiri,” tuturnya.

Kemenperin mencatat, dalam periode lima tahun (2012-2016) terjadi peningkatan signifikan terhadap konsumsi perkapita masyarakat indonesia terhadap alas kaki yang semula hanya 1,8 pasang menjadi 3,3 pasang per tahun. Artinya rata-rata kebutuhan sepatu orang indonesia lebih dari 3 pasang per tahun.

Bahkan, kinerja industri alas kaki nasional mampu tumbuh positif. Pada tahun 2017, kontribusi PDB industri alas kaki sebesar Rp26,5 triliun, dengan pertumbuhan mencapai 2,4 persen. Sementara, nilai ekspor industri alas kaki juga tumbuh sebesar USD4,9 miliar pada tahun 2017. Selain itu, tahun 2016, Indonesia menempatiperingkat ke-4 sebagai produsen alas kaki terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 1,110 miliar pasang setelah China, India dan Vietnam.

Related posts

Leave a Reply