Gingivitis atau radang gusi menduduki peringkat kedua penyakit gigi dan mulut dengan prevalensi paling tinggi di Indonesia. Penyakit ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya menjadi faktor risiko hilangnya perlekatan periodontal yang bisa berkembang menjadi terlepasnya gigi dari soket.
Persoalan ini mendorong 3 mahasiswa UGM untuk mengembangkan solusi penyembuh gusi yang teriritasi atau radang dengan menggunakan ekstrak tanaman patikan kerbau (Euphorbia hirta).
“Kami memilih tanaman patikan kerbau karena tanaman ini mudah didapat di lingkungan sekitar dan selama ini hanya menjadi tanaman liar yang kurang dimanfaatkan,” ucap Rachma Nissa Sitho Qurota A’yun, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UGM, Kamis (19/7).
A’yun menjelaskan, Gingivitis merupakan penyakit yang sangat umum di masyarakat dan bahkan telah menjadi permasalahan yang mendunia. Ia menyebut sebuah studi di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa 82% remaja mengalami gingivitis. Prevalensi yang tinggi ia sebut juga ditemui di Indonesia.
Tanaman patikan kerbau, tuturnya, berpotensi menjadi solusi untuk mengatasi penyakit tersebut karena mengandung senyawa aktif, seperti flavonoid, terpenoid, fenol, minyak esensial, saponin, asam amino, alkaloid, dan mineral yang berpeluang menurunkan tingkat inflamasi dan meningkatkan regulasi efek anti inflamasi. Maka dari itu, mereka kemudian menemukan ide untuk membuat ekstrak patikan kerbau dalam bentuk nano-spray sebagai agen terapi gingivitis yang dapat dengan mudah berpenetrasi ke dalam sulkus gusi.
Penelitian ini dilakukan oleh A’yun bersama dua rekannya dari fakultas yang sama, yaitu Maria Ditya Wartadiani dan Latifah Ulfahastika, selama kurang lebih 3 bulan sejak Mei silam.
“Ekstrak patikan kerbau yang telah menjadi spray dengan partikel nano dapat lebih mudah menembus permukaan gusi dan mempercepat penyembuhan gingivitis. Selain itu, sediaan dari Sparagi ini mudah digunakan oleh anak-anak hingga dewasa karena penggunaannya hanya disemprotkan pada area yang mengalami inflamasi dan diaplikasikan secara topikal,” paparnya.
Pembuatan nano–spray patikan kerbau mereka awali dengan ekstraksi patikan kerbau yang dilanjutkan dengan pembuatan larutan kitosan dan penambahan ekstrak patikan kerbau dengan menggunakan magnetic stirrer. Setelah menjadi homogen, tahapan selanjutnya adalah pembuatan larutan NaTPP dengan mencampurkan aquades menggunakan homogenizer.
Setelah mendapatkan hasil yang diinginkan, mereka kemudian melakukan preparasi spray dan Uji Particle Size Analyzer (PSA), kemudian dilanjutkan dengan pengujian in vivo atau pra klinis pada hewan coba tikus Wistar untuk melihat efektivitas nano-spray ekstrak patikan kerbau pada penyembuhan gingivitis.
“Setelah perlakuan selama tujuh hari ternyata didapat kesimpulan bahwa dengan nano-spray patikan kerbau memberikan pengaruh positif dalam proses penyembuhan gingivitis,” ucap A’yun.
Untuk waktu ke depan, ketiga mahasiswa berharap agar hasil temuan mereka bisa menarik perhatian dari pemerintah dan pihak terkait agar dapat dilanjutkan ke tahapan pengujian selanjutnya, yaitu uji toksisitas dan uji klinis serta mendapat hak paten.