Candi Bercorak Buddha di Situs Hindu Trowulan

Seremonia.id – Indonesia yang terkenal dengan kekayaan situs purbakala dan sejarahnya memiliki banyak candi menarik dan unik. Salah satunya adalah Candi Brahu yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini menjadi perhatian karena bercorak Buddha meskipun berada dalam situs Hindu.

Candi Brahu dikatakan lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan, bahkan lebih tua dari Kerajaan Majapahit yang pernah berkuasa di wilayah tersebut. Menurut beberapa kalangan, usia candi ini bisa mencapai abad ke-15.

Nama “Brahu” diduga berasal dari kata “wanaru” atau “warahu”, yang berarti bangunan suci. Nama ini diperoleh dari Prasasti Alasantan yang ditemukan di dekat candi. Prasasti itu menyebutkan tentang sebuah bangunan suci, yang kemudian diartikan sebagai “brahu” atau bangunan suci.

Candi Brahu konon digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja pada masa Mataram Kuno. Namun, ada cerita rakyat yang membantah hal ini, menyatakan bahwa jenazah raja dibakar di tempat lain dan abunya dibawa ke Candi Brahu untuk disucikan sebelum dilarung. Namun, saat penelitian ulang dilakukan, tidak ditemukan bukti autentik yang mendukung cerita ini.

Ada juga teori lain mengenai asal-usul nama “Brahu”. Dalam Prasasti Tembaga “Alasantan” yang ditemukan di sebelah barat Candi Brahu, disebutkan bahwa tempat tersebut awalnya disebut “warahu” yang berarti tempat suci. Dari sinilah kemudian muncul nama “Brahu”. Penemuan arca-arca Buddha saat penggalian pertama juga mendukung anggapan bahwa candi ini merupakan candi Buddha.

Secara arsitektur, Candi Brahu memiliki perbedaan dengan candi-candi lain di sekitarnya. Candi ini terbuat dari batu bata dan tidak memiliki relief seperti Candi Borobudur. Hal ini karena batu bata lebih sulit untuk dibentuk menjadi relief.

Candi Brahu memiliki denah dasar persegi panjang dengan ukuran 18×22,5 meter dan tinggi yang tersisa sekitar 20 meter. Ciri khas candi ini adalah bentuk tubuh yang bersudut banyak, tumpul, dan berlekuk. Atap candi juga memiliki bentuk bersudut banyak dengan puncak datar.

Pada bagian kaki candi, terdapat dua lapisan dengan ketinggian sekitar 2 meter. Selasar selebar 1 meter mengelilingi tubuh candi di kaki bagian bawah. Ada tangga setinggi sekitar 2 meter dari selasar pertama ke selasar kedua. Namun, tangga yang menghubungkan selasar kedua dengan pintu di tubuh candi sudah tidak ada lagi.

Meskipun tidak dapat dikunjungi oleh pengunjung, ruangan di dalam Candi Brahu konon cukup luas dan dapat menampung sekitar 30 orang. Susunan bata pada kaki, dinding tubuh, dan atap candi membentuk gambar berpola geometris dan lekukan-lekukan yang indah.

Candi Brahu mengalami proses restorasi mulai tahun 1990 hingga 1995. Di sekitar Candi Brahu dulunya terdapat beberapa candi lain, seperti Candi Muteran, Candi Gedong, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Namun, candi-candi tersebut tidak terlihat lagi sekarang.

Kunjungan ke Candi Brahu ini menawarkan pengalaman unik karena menggabungkan corak Buddha di tengah lingkungan budaya Hindu di Trowulan. Candi ini menjadi bukti warisan sejarah yang beragam di Indonesia, di mana berbagai kepercayaan dan agama tumbuh dan berkembang dalam harmoni.

Bagi para pecinta sejarah dan kebudayaan, mengunjungi Candi Brahu merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Meskipun candi ini mungkin tidak sepopuler Candi Borobudur atau Prambanan, keunikan dan pesona Candi Brahu tetap menarik untuk dijelajahi.

Related posts

Leave a Reply