
Jakarta, 11 Desember 2025 – Industri baja global tengah menjadi sorotan dunia. Perdebatan nasionalisasi ArcelorMittal yang mengemuka di Prancis menjadi sinyal kuat bahwa industri baja dunia kini berada pada titik krusial. Langkah Prancis mempertimbangkan nasionalisasi produsen baja terbesar mereka bukanlah isu lokal, melainkan cerminan gejolak global akibat banjir impor berharga murah, terutama dari Tiongkok, dan ketidakseimbangan struktur pasar dunia.
Analisis dari Steel & Mining Insights yang ditulis Pengamat Industri Baja dan Pertambangan, Widodo Setiadharmaji, menegaskan bahwa persoalan tersebut bukanlah masalah lokal Prancis semata, melainkan bagian dari distorsi global yang melanda banyak negara.
“Tekanan yang dihadapi Prancis tidak dapat dilepaskan dari struktur pasar global yang semakin didistorsi oleh selisih biaya dan kebijakan antarnegara,” tulis pengamat industri baja dan pertambangan, Widodo Setiadharmaji, pada laman resminya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa industri baja modern tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan negara. Bahkan Prancis dengan notabene negara maju dan berteknologi tinggi, terdorong mempertimbangkan nasionalisasi untuk menjaga keberlangsungan industrinya.
Tekanan Global Menguat
Pada laman resminya, Widodo Setiadharmaji menunjukkan bahwa Prancis kini memasuki perdebatan nasionalisasi karena pabrik-pabrik baja mereka tidak mampu bersaing dengan limpahan ekspor murah Tiongkok yang memproduksi lebih dari satu miliar ton baja per tahun, atau lebih dari separuh produksi global.
Kondisi Eropa yang menghadapi penurunan permintaan, tingginya beban energi, serta kewajiban pajak karbon yang tidak berlaku di Asia, memperburuk daya saing produsen lokal. Dalam situasi tersebut, ArcelorMittal menegaskan bahwa nasionalisasi tidak akan menyelesaikan masalah struktural tanpa intervensi kebijakan perdagangan yang kuat di tingkat Eropa.
Fenomena ini menggambarkan bahwa ketidakseimbangan global bukan sekadar isu korporasi, melainkan isu negara.
“Jika industri baja nasional dibiarkan menghadapi distorsi global secara sendirian, maka keberlanjutan pabrik-pabrik baja dalam negeri akan semakin rapuh dan rentan terhadap tekanan pasar yang tidak seimbang,” tambah Widodo Setiadharmaji.
Pembelajaran Prancis Relevan untuk Indonesia
Sebagai BUMN strategis yang menjadi penjaga ketahanan industri nasional, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk / Krakatau Steel Group (IDX: KRAS) menilai dinamika yang terjadi di Eropa tersebut penting untuk menjadi pembelajaran bagi Indonesia. Tekanan global yang memicu deindustrialisasi di negara maju dapat berulang di Indonesia apabila negara tidak hadir melalui kebijakan yang kuat, adaptif, dan berpihak pada industri domestik.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Akbar Djohan, menegaskan bahwa apa yang terjadi di Prancis merupakan refleksi dari tantangan yang juga dihadapi Indonesia.
“Kami terus mendorong kehadiran negara dalam membangun ekosistem industri yang adil, kompetitif, dan berkelanjutan demi menjaga ketahanan industri nasional, karena kami percaya bahwa keberlangsungan industri baja nasional tidak hanya ditentukan oleh efisiensi Perusahaan, tetapi juga oleh arsitektur kebijakan negara” jelas Akbar Djohan yang juga menjabat sebagai Chairman Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) dan Chairman Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA).
Banjir impor berharga murah juga terjadi di Indonesia dan berdampak langsung pada utilisasi pabrik, kemampuan ekspansi, dan keberlanjutan perusahaan baja nasional. Sehingga, Perseroan menilai bahwa kolaborasi antara Pemerintah, BUMN, dan industri menjadi kunci untuk menghindari tekanan deindustrialisasi seperti yang dialami negara-negara Eropa.
Mewujudkan Kemandirian Industri Nasional
Untuk meraih Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, kemandirian industri menjadi fondasi utama bagi Indonesia untuk memastikan ketahanan ekonomi jangka panjang. Kemandirian ini tidak hanya berarti mampu memproduksi kebutuhan strategis dalam negeri, tetapi juga memastikan rantai pasok nasional tidak bergantung pada fluktuasi pasar global maupun dominasi negara lain.
Dengan membangun industri baja nasional yang kuat, efisien, dan berdaya saing, termasuk melalui penguatan peran Krakatau Steel sebagai BUMN strategis, Indonesia dapat mengendalikan sendiri kapasitas produksi untuk sektor-sektor vital seperti infrastruktur, energi, pertahanan, dan manufaktur.
Kemandirian industri menjadi simbol bahwa bangsa ini tidak hanya mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga siap menghadapi dinamika geopolitik dan ekonomi global yang semakin tidak menentu. Melalui dukungan kebijakan yang konsisten, penguatan ekosistem industri, serta komitmen terhadap penggunaan produk dalam negeri, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita untuk berdiri di atas kaki sendiri berdikari dalam bidang industrialisasi.





