Industri Pulp dan Kertas Bangun Gedung Vokasi Senilai Rp 24,8 Miliar di Riau

Kementerian Perindustrian terus mendorong industri nasional agar berperan aktif dalam pengembangan program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Selain bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai sesuai kebutuhan perusahaan, hasil program vokasi ini juga mampu meningkatkan daya saing industrinya.

“Untuk itu, kami memberikan apresiasi kepada Tanoto Foundation dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) karena telah mendukung upaya dalam penyediaan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten dengan melibatkan perguruan tinggi dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika melakukan kunjungan kerja di PT RAPP, Riau, Minggu (21/1).

Pada kesempatan ini, Airlangga didampingi Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Bupati Pelalawan HM Harris, dan Direktur Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) Anderson Tanoto.

Menperin menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembangunan Gedung Baru Program Vokasi Pulp dan Kertas senilai Rp24,8 miliar. Langkah sinergi ini dilakukan oleh PT RAPP, Tanoto Foundation dan Universitas Riau.

Selanjutnya, Airlangga juga menyerahkan bantuan peralatan pendidikan dari PT RAPP kepada SMK Negeri 1 Pangkalan Kerinci dan SMK Muhammadiyah 1 Pekanbaru.

“Kami berharap kolaborasi ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat Riau dan sekitarnya dalam pengembangan potensi sumber daya industri di wilayah Riau. Selain itu juga bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal,” ujarnya.Program vokasi ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia.

Pembangunan gedung dan prasarana perkuliahan yang didukung dengan fasilitas laboratorium lengkap ini diharapkan tidak hanya mampu memberi sumbangsih kepada negara secara ekonomi, namun juga terhadap peningkatan kualitas SDM agar Indonesia memiliki daya saing yang tinggi khususnya di sektor industri pulp dan kertas.

Lebih lanjut, menurut Airlangga, industri pulp dan kertas berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional sehingga ditetapkan sebagai salah satu sektoryang diprioritaskan pengembangannya sesuaiPeraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional.

“Hal ini sangatlah tepat karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama terkait bahan baku, di mana produktivitas tanaman kita jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing yang beriklim subtropis,” ungkapnya.

Selama ini, negara-negara North America dan Scandinavia (NORSCAN) yang menjadi pemasok utama pulp dan kertas di dunia, menunjukkan kecenderungan produksi yang semakin menurun. Saat ini telah bergeser ke Asia Tenggara terutama Indonesia serta negara-negara Amerika Latin seperti Chili, Brasil, dan Uruguay.

Kemenperin mencatat, daya saing industri pulp dan kertas Indonesia di kancah internasional cukup terkemuka, di mana industri pulp menempati peringkat ke-10 dan industri kertas di posisi ke-6 dunia, sementara di Asia menduduki tangga ke-3 untuk industri pulp dan kertas.

Kemudian, dilihat dari peranannya dalam perekonomian nasional, antara lain yaitu kontribusinya dalam ekspor yang mampu mencapai USD5,1 miliar pada tahun 2016. Sementara itu, berdasarkan data sampai dengan kuartal III tahun 2017, ekspor pulp dan kertas meningkat 18,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Selanjutnya, kontribusi industri pulp dan kertas terhadap pembentukan PDB pada triwulan III tahun 2017 sebesar 0,71 persen.

Pabrik Rp 10,9 Triliun

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga meninjau kemajuan dari pembangunan pabrik Asia Pacific Rayon (APR) yang merupakan pabrik rayon terintegrasi terbesar di Indonesia. Nilai investasi proyek ini mencapai Rp10,9 triliun dengan kapasitas produksi hingga 350 ribu ton per tahun.

“Pembangunan pabrik rayon ini memiliki arti strategis, karena akan memperkuat struktur industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional,” tegasnya. Selain itu diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap produk impor terutama pada bahan kapas dan rayon, yang diperkirakan dapat menghemat devisa sekitar USD500 juta.

“Untuk itu, kami mengapresiasi investasi dan komitmen APR yang telah mendukung agenda pemerintah terhadap industri strategis nasional, yakni sektor TPT agar bisa lebih berkompetisi di pasar global,” tutur Menperin. Saat ini, di Indonesia terdapat tiga pabrik rayon, dengan total kapasitas nasional terpasang sebesar 565 ribu ton per tahun.

Selain berorientasi pada aspek hilirisasi, pabrik APR ini juga mampu menciptakan lapangan kerja baru untuk memenuhi pasar domestik. Sebanyak 4.230 tenaga kerja baru diserap pada tahap pembangunan dan 1.218 kesempatan kerja tersedia pada tahap operasional.

Pendirian pabrik APR ini juga berpotensi meningkatkan PDB Provinsi Riau sebesar 1,49 persen dari sektor nonmigas serta mendorong geliat industri kecil dan menengah di berbagai sektor usaha yang terlibat dalam kegiatan operasional pabrik. Hal ini akan membawa efek berantai bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, terutama di Provinsi Riau dan Indonesia pada umumnya.

Direktur APR Thomas Handoko berharap pabrik rayon terintegrasi terbesar di Indonesia ini dapat memberikan dampak positif secara ekonomi dan sosial bagi seluruh pihak, terutama masyarakat sekitar. “Yang tak kalah penting adalah seluruh produk tersebut berasal dari 100 persen pasokan tanaman terbarukan serta bersertifikat internasional dan legal,” ungkapnya.

Serat rayon adalah dari tumbuhan alami dan memiliki daya serap dan udara yang lebih baik dari katun. Produk yang dihasilkan APR dapat diaplikasikan ke berbagai macam industri, seperti alas tidur, pakaian, handuk, tisu basah untuk bayi, masker dan produk kebersihan lainnya.

Thomas menambahkan, dengan meningkatnya produksi serat rayon di Indonesia, APR berkomitmen akan mendukung rantai nilai produksi tekstil dalam negeri serta mengurangi impor bahan baku dan meningkatkan daya saing Indonesia agar lebih kompetitif secara global. “Kami berharap pabrik ini bisa diresmikan langsung oleh Bapak Menteri Perindustrian dan Bapak Presiden Jokowi, tahun ini,” katanya.

Dalam rangkaian acara, Menperin menyempatkan untuk menanam bibit pohon ‎Eukaliptus, bibit pohon unggulan hasil pengembangan Royal Golden Eagle (RGE) Technology Center‎. Pohon ini, setelah berusia lima tahun, akan digunakan sebagai bahan baku membuat bubur kertas (pulp) untuk menghasilkan serat. Selain pohon Eukaliptus, pabrik ini menumbuhkembangkan pohon‎ Akasia di kawasan pabrik yang memiliki izin Hutan Tanaman Industri (HTI) mencapai ratusan ribu hektare.

Related posts

Leave a Reply