Jakarta, 24 Oktober 2024 – Sate adalah salah satu makanan favorit dan bagian yang tak terpisahkan dari kuliner Indonesia. Seiring meningkatnya permintaan, jumlah pedagang sate kaki lima, termasuk di Jakarta, terus bertambah, begitu juga dengan limbah tusuk sate yang dihasilkan. Data tahun 2022 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 15.000 ton limbah tusuk sate dan sumpit sekali pakai tiap tahunnya, yang seringkali tidak dibuang dan dikelola dengan benar. Akibatnya, limbah ini menumpuk, mengancam lingkungan dan menimbulkan risiko di tempat pembuangan akhir.
Limbah tusuk sate sekali pakai semakin menjadi perhatian serius di Jakarta. Selain menjadi salah satu penyumbang sampah yang signifikan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tusuk sate yang tajam juga berpotensi melukai petugas kebersihan selama proses pengangkutan sampah, sehingga menciptakan tantangan dalam pengelolaan limbah kota. Menyikapi hal tersebut, Boolet, organisasi yang berfokus pada pengelolaan limbah tusuk sate dan sumpit, mengidentifikasi bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat akan proses daur ulang menjadi salah satu kendala dalam menangani masalah lingkungan.
Menyadari urgensi dari limbah tusuk sate ini, Boolet meluncurkan program inovatif “Re-Skewer”, bertujuan untuk memberikan edukasi, mempromosikan dan mengajak para pedagang sate kaki lima khususnya di area Jakarta, memahami pentingnya pengelolaan limbah tusuk sate secara aman dan efektif.
“Re-Skewer” adalah solusi nyata dalam mengatasi masalah limbah tusuk sate yang selama ini terabaikan. Kami berharap “Re-Skewer” menjadi langkah awal untuk perubahan besar dalam perilaku mendukung ekonomi sirkular di sektor kuliner Indonesia,” ujar Cindy Susanto, Chief Executive Officer Boolet.
Salah satu bagian penting selama periode promosi kampanye ini adalah mendorong para pedagang sate untuk mengumpulkan tusuk sate sekali pakai yang mereka hasilkan. Setiap 1 kilogram limbah tusuk sate yang dikumpulkan dapat ditukarkan dengan ½ kilogram arang briket. Langkah ini membantu Boolet memberikan edukasi kepada para pedagang sate kaki lima untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola limbah tusuk sate.
Dalam satu hari, Boolet telah berhasil menukarkan sebanyak 45 kilogram briket arang kepada para pedagang sate. Keberhasilan ini tidak hanya mengurangi volume limbah yang tidak terkelola, tetapi juga memberikan penghematan dari biaya operasional arang yang biasanya dibeli oleh para pedagang sate.
“Re-Skewer tidak hanya mengurangi limbah tusuk sate yang berakhir di TPA, tetapi juga memperkenalkan konsep ekonomi sirkular kepada para pedagang, dimana limbah dapat diubah menjadi produk yang berguna kembali,” tutup Cindy Susanto,
Boolet berencana untuk memperluas keterlibatan masyarakat dalam kampanye daur ulang juga membuka kesempatan bagi konsumen dan pedagang sate untuk turut berkontribusi dalam proses daur ulang limbah tusuk sate. Limbah yang terkumpul nantinya akan didaur ulang menjadi berbagai produk bernilai tinggi, seperti kacamata, tatakan gelas, kotak tisu, hingga meja. Dengan kampanye “Re-skewer”, Boolet berharap dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan limbah secara berkelanjutan. Melalui pendekatan ekonomi sirkular, Boolet yakin bahwa limbah tusuk sate yang dulunya hanya dianggap sebagai sampah, kini dapat menjadi sumber daya yang bermanfaat.