BANDUNG – Indonesia memiliki potensi kekayaan laut yang luar biasa. Menempati sekitar 70% dari wilayah nusantara, laut Indonesia menjadi lumbung pangan bagi rakyat Indonesia. Tidak hanya itu, laut merupakan bentuk pertahanan dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia yang patut dijaga.
Untuk itu, sebagai negara maritim diperlukan eksplorasi dan pemetaan laut Indonesia. Ide eksplorasi tersebut datang dari tiga orang mahasiswa Teknik Elektro ITB angkatan 2014.
Mereka adalah, Silmi Ath Thahirah A (13214113), Albertus Adrian S (13214125), dan Muhammad Hanif (13214147) yang membuat karya tugas akhir (TA) ARNADYAKSA (Autonomous Underwater Hybrid Glider).
“ARNADYAKSA, wahana bawah air ini mampu mengeksplorasi lautan Indonesia dengan manuver yang tinggi dan daya tahan yang cukup lama,” ujar Adrian. Gabungan dari Autonomous Underwater Glider (AUG) dan Autonomous Underwater Vehicle (AUV) ini merupakan salah satu tugas akhir yang dipamerkan mereka di event EE (Electronic Engineering) Days 2018.
Glider yang dimaksud adalah sebuah “kapal selam” ukuran kecil tanpa awak yang bisa bergerak tanpa motor kovensional. “Benda ini menggunakan prinsip gaya apung Archimedes untuk menunjang mobilisasinya,” ungkap Adrian saat ditemui reporter ITB pada hari Selasa (22/5/2018) di Aula Timur.
ARNADYAKSA dilengkapi dengan alat penghisap semacam piston untuk menyedot dan membuang air saat bekerja sehingga ia bisa bergerak maju mundur secara vertikal zig-zag di dalam air. Selain itu, ia juga dilengkapi oleh sensor inersia untuk menjaga keseimbangannya di dalam air agar tidak mengalami kemiringan dalam menentukan koordinat posisi.
“Inovasi ini berkisar di harga 12-13 juta karena masih dalam tahap prototipe. Kita yakin untuk tahap yang lebih besar bisa mengurangi biaya ini apalagi kalau memungkinan untuk diproduksi secara massal,” terang Adrian.
Ide glider ini muncul untuk membantu pemerintah dalam mengeksplorasi laut dengan harga yang lebih murah serta mendapatkan cakupan data yang lebih luas dan lebih banyak. ”Glider dapat menjawab permasalahan bahan bakar kapal selam eksplorasi yang saat ini tergolong mahal, dan juga hemat energi karena memanfaatkan fenomena fisis untuk bergerak,” ujarnya. Pengambilan data juga dapat dikontrol dari pusat (daratan) ke glider yang berada di dalam air.
Sebenarnya beberapa negara telah banyak yang menggunakan glider sebagai alat pengambilan data untuk seismik, salinitas air laut, bathymeter, ataupun penelitian biota laut. “Ini dapat menjadi salah satu solusi kegiatan eksplorasi maritim di Indonesia,” ujar Adrian. Meski demikian, dirinya tidak menyangkal, bahwa pengembangan wahana ini harus terus menerus dilakukan untuk meminimalisir kesalahan serta mengoptimalkan biaya produksi glider tersebut. “Kami berharap pemerintah tertarik dan melirik ide kami ini, sehingga tujuan untuk eksplorasi dan penelitian laut dalam dapat cepat tercapai,” pungkasnya.