Kain Tenun dengan Pewarna Alami Menjadi Favorit Konsumen Meskipun Harganya Lebih Tinggi

Kain tenun Lunggi, kain tenun masyarakat Sambas yang proses pewarnaannya menggunakan bahan alamiah. KEMENDIKBUD

Seremonia.id – Desa wisata semakin populer di banyak daerah, karena pemerintah mendorong pengembangan desa wisata untuk meningkatkan pariwisata lokal dan transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa. Desa Sumber Harapan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, merupakan Desa Wisata Budaya Tenun yang terkenal dengan kain tenun lunggi dari pesisir Kalimantan Barat, terutama bagi wisatawan Malaysia dan Brunei.

Kain tenun lunggi dari Sambas memiliki keunikan dengan menggunakan pewarna alami. Meskipun harganya lebih mahal, konsumen banyak mencari kain tenun dengan pewarna alami.

Penggunaan pewarna alami dalam tenun tradisional semakin populer karena sejalan dengan tren kembali ke alam. Tumbuhan pewarna alami meningkatkan nilai jual dan keunikan kain tenun terutama di pasar internasional.

Di Desa Sumber Harapan, sekitar 30 jenis pewarna alami digunakan oleh perajin kain tenun, termasuk tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, engkerebai, beting, dan sebangki. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna meliputi akar, rimpang, daun, batang, bunga, dan buah.

Setelah proses pewarnaan, perajin melanjutkan dengan menggulung benang menggunakan alat tarawan, lalu melakukan proses mengikat motif dan menenun dengan bahan sutra yang dikombinasikan dengan benang emas. Motif khas kain lunggi Sambas adalah tumpal atau pucuk rebung.

Keberadaan Desa Wisata Tenun Sambas di Desa Sumber Harapan membantu perajin memperluas pasar dan mendukung perekonomian lokal, sambil melestarikan budaya turun-temurun dan menciptakan destinasi wisata baru di Kabupaten Sambas.

Ada lebih dari 1.000 perajin kain tenun di Sambas. Keunikan motif kain tenun lunggi adalah penggunaan benang emas yang memberikan sentuhan khas. Motif kain tenun ini terus berkembang sesuai dengan pesanan dan jenis produksi yang dihasilkan.

Kain tenun lunggi Sambas memiliki kelenturan yang bisa digunakan dalam berbagai acara, tidak terbatas pada acara tertentu seperti pernikahan atau kelahiran, sehingga cocok untuk segala kesempatan.

Kain tenun di Sambas mulai dikenal pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Tajudin (1668-1708). Seni menenun ini diwariskan secara turun-temurun dan berkembang di masa Hindia Belanda, dengan banyaknya perajin dan alat tenun di setiap kampung.

Perajin kain tenun Sambas membentuk kelompok usaha tenun seperti KUB Mawar, KUB Melati, dan KUB Tabur Bintang. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lembar kain cukup lama, namun jika motifnya sederhana, dapat selesai dalam waktu dua minggu atau lebih cepat.

Keanekaragaman jenis kain di Indonesia menunjukkan kekayaan budaya. Mari lestarikan kekayaan budaya ini dengan memanfaatkannya.

Related posts

Leave a Reply