Kementerian Perindustrian mendorong tiga produk unggulan Indonesia agar lebih memperluas pasar ekspor di Uni Eropa, yaitu pakaian, tekstil, dan sepatu. Langkah ini seiring upaya Indonesia yang tengah melakukan negosiasi dengan Uni Eropa terkait perdagangan dan investasi kedua belah pihak.
“Kami melihat potensi dari kedua pihak. Kami juga percaya, kerja sama Eropa dan Indonesia akan terus membaik,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menjadi pembicara pada EU-Indonesia Business Dialogue (EIBD) 2017 di Jakarta, Selasa (28/11).
Negosiasi melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) ini dilakukan, salah satunya untuk mengantisipasi resolusi parlemen Uni Eropa yang dapat mengganggu proses kerja sama kedua belah pihak. Contohnya mengenai kampanye negatif yang digunakan untuk menekan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Sambil menunggu penyesuaian standar, kedua belah pihak mesti merundingkan perjanjian dagang agar kesepakatan akhir tercapai. Salah satu caranya adalah pembahasan komoditas yang sensitif seperti kelapa sawit dibicarakan paling akhir.
“Untuk itu, kami mendorong yang prioritas terlebih dahulu, yaitu clothing, footwear, dan tekstil. Mereka juga dorong isu lain,” jelas Airlangga. Ketiga produk tersebut masih dikenakan bea masuk sebesar 12 persen, sedangkan minyak kelapa sawit nol persen, kecuali beberapa produk turunannya yang terkena bea masuk sekitar 10 persen.
Menperin berharap, dengan adanya pembebasan bea masuk, menjadi peluang besar bagi industri Indonesia untuk terus tumbuh dan berkembang. “Karena kita punya daya saing tinggi, sehingga mereka pasang barikade,” jelasnya.
Misalnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT)nasional telah mampu menunjukkandaya saingnya di tingkat global. Pasalnya, sektor andalan ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional. “Bahkan, khusus untuk industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati Tiongkok. Di Brasil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80 persen,” ungkap Airlangga.
Sebelumya, Menteri Airlangga meminta perundingan dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (IEU CEPA) dapat lebih seimbang untuk kedua belah pihak. Negosiasi ini telah memasuki putaran ketiga yang dilaksanakan di Brussel pada September 2017.
“Kami berharap peraturan-peraturan tersebut dapat menghasilkan keuntungan ekonomis yang terukur, seperti akses pasar yang lebih luas sebagai insentif bagi pihak yang dapat memenuhi kriteriasustainability,” tuturnya.
Menperin mengatakan, diperlukan peraturan yang lebih seimbang pada tiga elemen utama di Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa, yaitu akses pasar, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas. “Kami percaya bahwa Indonesia dan Uni Eropa merupakan mitra strategis dalam upaya pembangunan ekonomi,” ujarnya.
Di bidang investasi nonmigas, Uni Eropa menjadi penanam modal terbesar ke-4 di Indonesia setelah Singapura, Jepang, dan Tiongkok pada tahun 2016, dengan nilai investasi mencapai USD2,6 miliar atau naik dibanding tahun sebelumnya sebesar USD2,26 miliar. Investor dari negara-negara Uni Eropa di Indonesia didominasi, antara lain Belanda, Inggris, dan Perancis dengan tujuan utama investasi ke provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Nusa Tenggara Barat.