Menteri Basuki: Pelestarian Kota Pusaka Perlu Sinergi Berbagai Pihak

Surakarta – Kota Pusaka memiliki kekayaan bangunan gedung cagar budaya yang harus dilestarikan. Pelestariannya memerlukan sinergi baik lintas Kementerian/Lembaga di Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah, komunitas, dan swasta melalui dana corporate social responsibilty (CSR).

“Kegiatan pelestarian bertujuan untuk mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Seyogyanya kota selain sebagai mesin ekonomi, kota pusaka juga harus menjadi atmosfir yang baik bagi kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur, dan sejarah yang membentuk karakter kota,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam sambutannya yang dibacakan oleh Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Bidang Hubungan Antar Lembaga Luthfiel Annam Achmad pada Simposium Managing Heritage City di Kota Surakarta, Kamis (25/10/18).

Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka Kongres IV dan HUT Dasawarsa Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Acara tersebut dihadiri oleh Walikota Surakarta FX. Hadi Rudyatmo. Pelestarian kota pusaka juga telah menjadi perhatian global dengan masuk dalam Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda) yang ditetapkan di Quito bulan Oktober tahun 2016 lalu dimana Indonesia turut terlibat dalam penyusunannya.

“Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan agenda global tersebut melalui kebijakan yang tentunya mendukung pelestarian pusaka Indonesia,” ujar Menteri Basuki.

Sebagai upaya untuk melindungi aset pusaka tersebut, sejak 2012, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Penataan Ruang bersama JKPI dan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), lalu dilanjutkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui  Ditjen Cipta Karya menginisiasi lahirnya Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Melalui P3KP, Kementerian PUPR mendorong Kabupaten/Kota untuk aktif terlibat dalam merancang pembangunan kota pusaka berkelanjutan.

Saat ini, P3KP telah diikuti oleh 54 kabupaten/Kota yang berkomitmen untuk melestarikan aset pusaka. Dalam 7 tahun pelaksanaan P3KP, sebanyak 54 Kabupaten/Kota telah menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) sekaligus menandatangani Piagam Komitmen Pelestarian Kota Pusaka.

Beberapa Kabupaten/Kota yang ikut dalam P3KP yakni Semarang, Solo, Bogor, Blitar, Kendari, Gianyar, Karangasem, Tanah Datar, Siak, Parigi Moutong, Sumenep, dan Sambas.

 

Pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung Cagar Budaya (TABG-CB) di Kabupaten/Kota

Dalam penyelenggaraan kota pusaka harus ada perangkat pengelolaan yang bersifat khusus. Salah satu yang masih menjadi “Pekerjaan Rumah” bersama di antaranya adalah pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung Cagar Budaya (TABG-CB) di Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Permen PUPR No.1 Tahun 2015 tentang Bangunan 7 Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan.

“Tim ini dapat berfungsi sebagai satuan yang bertugas mengawal dan memberi masukan bagi kegiatan-kegiatan pemugaran Bangunan Gedung Cagar Budaya dan pembangunan infrastruktur di Kota Pusaka,” kata Menteri Basuki seperti disampaikan Luthfiel.

Dalam mengelola warisan budaya atau pusaka telah diatur dalam sejumlah regulasi diantaranya UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya secara jelas mengatur tentang pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanatkan bahwa bangunan gedung cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan. Kemudian dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pun menegaskan pentingnya memperhatikan nilai budaya yang berkembang di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Related posts

Leave a Reply