Europalia Arts Festival Indonesia: Mengubah Pandangan Tentang Multikulturalisme

EUROPALIA ARTS FESTIVAL INDONESIA telah berlangsung 80 hari dari 104 hari yang direncanakan. Indonesia, sebagai negara tamu ke 19, tampil di Belgia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, dan Polandia, dengan karya seni dan seniman dalam bidang seni rupa, seni pertunjukan, musik, sastra, dan film, serta juga komik dan warisan budaya. Tiga pameran utama terus memukau pengunjung, puluhan diskusi mengakrabkan publik Eropa dengan kebudayaan Indonesia. Sudah 195 acara dari 227 yang dijadwalkan telah digelar. Sebagian besar dari 316 seniman telah hadir dan kembali ke Indonesia.

Sudah waktunya kita membahas manfaat yang kita bawa dari Europalia,” ungkap Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, di acara Taklimat Media, yang dilanjutkan dengan silaturahim antara seniman, wartawan, dan Mendikbud, di Gedung A, Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, 28 Desember 2017. “Tentu manfaat ini terkait dengan tujuan menjadi negara tamu Europalia, yaitu memperkenalkan Bhinneka Tunggal Ika dalam wujud kesenian di Eropa.”

Kita tahu, Eropa sedang menghadapi persoalan dengan keanekaragaman budaya yang “mendadak” menjadi semakin kompleks. Kesenian menjadi salah satu platform untuk mengolah keanekaragaman tersebut dan di dalam hal ini keanekaragaman budaya Indonesia yang terpatri dalam konstitusi dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika kita menjadi tawaran ideologis yang menarik.

Tawaran ini tidak bertepuk sebelah tangan. Beberapa kota seperti Deventer di Belanda ataupun bagian kota seperti Strombeek di sekitar Brussels tertarik cara Indonesia mengelola perbedaan melalui kesenian. Banyak juga organisasi yang mengutamakan multikulturalisme dalam program kegiatannya, baik swasta maupun LSM, yang tertarik cara Indonesia mengelola dinamika antara tradisi dan pembaruan.

WARISAN BUDAYA

Tiga pameran utama Europalia Arts Festival Indonesia menampilkan warisan budaya Indonesia, yaitu Ancestors & Rituals, Archipelago: Kingdoms of the Sea, serta Power and Other Things.

Ancestors & Rituals, sebagian besar menampilkan koleksi Museum Nasional Indonesia, bercerita tentang hubungan erat orang Indonesia dengan nenek moyang. Sekaligus juga, pameran ini menjelaskan perkembangan kesenian dari masa ke masa di Indonesia. Pameran ini berlangsung di Bozar, pusat kesenian Belgia di Brussels, dan terus dikunjungi berbagai rombongan. Orang Eropa yang sebagian besar telah kehilangan “sambung rasa” dengan nenek moyang rupanya ingin merenungkan hubungan ancestral mereka dan sangat menghargai masukan dari Indonesia.

Archipelago: Kingdoms of the Sea memperlihatkan sejarah budaya maritim Indonesia yang luas dan panjang. Artefak yang ditampilkan di sini memperlihatkan hubungan dengan negeri-negeri yang jauh, yang telah dibina sejak ribuan tahun yang lalu. Di sini terlihat betapa terbukanya Indonesia, namun sekaligus juga menjelaskan bagaimana Indonesia mengolah pengaruh dari luar dan menjadikannya bagian dari kebudayaannya sendiri.

Di pameran ini ditampilkan juga Padewakang dari Sulawesi, yang dibuat dengan teknik pembuatan kapal yang juga melahirkan Phinisi. Teknik pembuatan kapal Phinisi telah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Padewakang yang ditampilkan di museum La Boverie, Liège, Belgia, dibuat dengan sistem knock-down khusus untuk acara ini, yang memperlihatkan betapa teknik pembuatan kapal ini terus mengikuti perkembangan zaman.

Baca juga  Apresiasi Nasabah Loyal, BNI Syariah Gelar Customer Loyalty Gathering di Yogyakarta

Seni Rupa

Power and Other Things, pameran seni rupa modern Indonesia yang mengambil judul dari kalimat Proklamasi Kemerdekaan “tentang kekuasaan dan hal-hal lainnya …” ini pun berlangsung di Bozar. Berbagai lukisan dan karya seni rupa lainnya, dari tahun 1835 hingga kini, memperlihatkan dinamika sejarah seni rupa Indonesia. Karya seniman kontemporer seperti Agung Kurniawan di pihak Indonesia dan Wendelien van Oldenborgh di pihak Eropa, menghadirkan dialog budaya tentang perdagangan, agama, dan kebudayaan, serta juga perang dan perdamaian.

Berbagai pameran digelar di venue dan kota lain. Di Oude Kerk, Amsterdam, misalnya, Iswanto Hartono menampilkan karya instalasi yang ikut berbicara dalam perdebatan tentang kolonialisme di Belanda. Hal yang sama dilakukan Jompet Kuswidananto di Macs-Grand Hornu, di situs bekas pertambangan yang telah menjadi warisan dunia UNESCO di Belgia. Banyak lagi yang lain, seperti misalnya Elisabeth Ida, yang mengajak pengunjung membahas topik-topik kontemporer yang mengetengahkan “saksi bisu” atau juga Eko Prawoto yang berbicara tentang isyu lingkungan dalam instalasi bambunya.

Seni Pertunjukan dan Musik

Sebagian besar acara dan seniman Europalia Arts Festival Indonesia terbagi dalam bidang seni pertunjukan dan musik. Karya yang ditampilkan kembali memperlihatkan keanekaragaman Indonesia, mulai dari tradisi hingga yang kontemporer.

Di seni pertunjukan ada tarian yang dibawakan secara tradisional, seperti misalnya Topeng Losari dan Saman Gayo Lues. Ada juga yang kontemporer, seperti misalnya Tomorrow as Purposed dan Solo Intervention karya Melati Suryodarmo dan The Rumors karya Mugiyono Kasido. Menariknya, banyak yang dikembangkan atas dasar tradisi, seperti trilogi Salt-Cry JailoloBalabala karya Eko Supriyanto, juga G.H.U.L.U.R (Moh. Hariyanto), Lengger Laut (Otniel Tasman), dan Medium (Rianto), serta banyak lainnya.

Berkesenian atas dasar tradisi namun tidak dengan sikap tradisional juga terwujud dalam musik, seperti yang dibawakan Sara Samsara. Ada juga yang betul-betul kontemporer, seperti penampilan DJ Bayu, Patrick Hartono dan Duto Hardono. Iwan Gunawan dan Stefan Lakotos menampilkan dialog budaya yang menarik melalui musik mereka, juga Karinding Attack, Uwalmassa, dan Tarawangsawelas & Rabih Beaini. Tentu, tradisi bermusik Indonesia juga tampil, antara lain melalui Mataniari, Salawat Dulang dan Saluang Dendang.

Sastra dan Komik

Dialog juga terjadi dalam bidang sastra. Selain antar sastrawan seperti Ayu Utami dan Alfred Birney, juga antara kurator, sastrawan, pengamat, dan publik Belgia. Sastra Indonesia diwakili secara berimbang berdasarkan generasi, tempat asal, sukubangsa, serta gender, serta menghadirkan keanekaragaman Indonesia dalam tiga tema utama: inspirasi dari nenek moyang, pengalaman kolonial dan pascakolonial, serta keanekaragaman hayati yang terwujud dalam kebudayaan maritim. Karena persoalan teknis-administratif, acara di bidang sastra Europalia Arts Festival Indonesia dipusatkan di Belgia.

Acara komik dengan sendirinya ditempatkan di Belgia, yang merupakan salah satu pusat industri komik dunia. Publik Belgia yang terbiasa dengan Tintin, Smurf, Cubitus dan banyak komik terkemuka lainnya, kaget melihat keanekaragaman dan daya kreasi yang tampil melalui pameran komik Indonesia. Selain karya klasik seperti karya R.A. Kosasih, juga hadir karya-karya baru, seperti karya Sheila Roswita, serta diskusi dengan Seno Gumira Ajidarma dan Beng Rahadian. Pameran komik yang utama berlangsung di Bibliotheca Wittockiana, sebuah museum, galeri, dan juga pusat restorasi buku tua di Brussels.

Baca juga  Acara Ekspo Tekstil & Garmen Indonesia 2024: Platform Inovasi Industri di Jakarta

Kelanjutan Europalia Arts Festival Indonesia

Selain berbagai bidang kesenian yang telah menampilkan seni dan seniman Indonesia, masih ada film yang sebagian besar acaranya akan berlangsung pada bulan Januari 2018. Bidang ini menghadirkan berbagai tema, mulai dari kondisi anak di perkotaan hingga politik, perempuan, dan kesenian. Film populer seperti Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi diputar dan dibahas terutama di Belgia, tetapi hadir pula film dokumenter dan film-film lainnya.

Ada manfaat langsung yang diperoleh para seniman Indonesia dari keikutsertaan mereka dalam Europalia Arts Festival Indonesia. Jompet Kuswidananto mendapat permintaan untuk memperpanjang pameran instalasinya. Pameran karya instalasi bambu Eko Prawoto berbuah minat dari Verbeke Foundation (yayasan seni Belgia yang mengutamakan keseimbangan ekologis) untuk mengadakan instalasi baru dengan bambu-bambu dari karya Eko.

Europalia Arts Festival Indonesia juga membuka berbagai pintu bagi seniman-seniman Indonesia yang telah berkiprah di Eropa, seperti misalnya Fendry Ekel yang akan berkolaborasi dengan mantan gurunya dari Belanda di CC Strombeek, Belgia.

Di lain pihak, ada juga perkembangan menarik yang dapat dikatakan merupakan manfaat langsung dari Europalia Indonesia, yaitu mapannya formasi Indische Party dan Flower Girls yang dibentuk khusus untuk Europalia Arts Festival Indonesia, didorong oleh David Tarigan yang juga tampil di sana. Sukses yang mereka raih, termasuk pemberitaan internasional yang positif menjadi “modal” untuk meneruskan perjalanan mereka sebagai grup musik populer Indonesia.

MANFAAT EUROPALIA ARTS FESTIVAL INDONESIA

“Belum usai, sehingga belum dapat dipastikan manfaat Europalia bagi kesenian dan kebudayaan Indonesia,” jelas Hilmar Farid, “akan tetapi, saya kira, manfaat utama yang kita peroleh — dan perlu saya tegaskan “kita” karena maksudnya adalah kita sebagai anak bangsa Indonesia — adalah perubahan pandangan publik Eropa tentang Indonesia. Yang belum kenal jadi kenal keanekaragaman Indonesia. Yang sudah kenal, namun memiliki pandangan terbatas, mulai paham multikulturalisme Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Tidak mudah mewujudkan ideologi keanekaragaman budaya dalam kesenian. Indonesia mampu melakukan secara organik, hampir natural, seolah-olah tanpa upaya yang khusus dan tanpa beban. Publik Eropa kini tahu, bagaimana kita melakukannya sambil tersenyum.”

TENTANG EUROPALIA

Europalia merupakan sebuah festival budaya internasional yang diadakan setiap dua-tahunan atau biennale, mempersembahkan cultural heritage – yakni kesenian dan kebudayaan dimana setiap festival dipilih satu negara tamu kehormatan atau Guest Country. Sejak pendiriannya di tahun 1969 di Brussel, Belgia, Europalia merupakan festival seni budaya multidisipliner dengan menyuguhkan baik seniman ternama juga seniman pendatang berbakat tidak hanya pameran namun juga seni pertunjukan, music, sastra prosa dan puisi, konferensi dan film. Penyelenggaraan festival berpusat di Belgia yang dihadiri masyarakat Eropa dari berbagai kota ditempat penyelenggaraannya di beberapa negara Eropa lain. Warisan budaya dan artefak menjadi bagian penting karena dihadirkan benda museum asli, dan seni kontemporer sangat berperan, kreasi baru serta interaksi antara seniman pekerja seni negara tamu dan mereka di Eropa juga menjadi bagian yang memiliki perhatian khusus.

Baca juga  M Festival 2023: Slank, Alffy Rev, Brisia Jodie, dan 8 Artis Lainnya Hadir di Bali!

Tujuan Europalia adalah untuk mendekatkan dan menguatkan hubungan antara Belgia (dan Eropa) dengan negara tamu terpilih melalui diplomasi budaya.

EUROPALIA ARTS FESTIVAL INDONESIA

Indonesia terpilih terpilih sebagai negara tamu kehormatan di festival Europalia yang ke 26 ini, merupakan negara Asia keempat (setelah Cina, Jepang dan India) dan pertama Asia Tenggara. Pada festival seni internasional yang ke-26 Europalia 2017, Indonesia mendapatkan suatu kehormatan sebagai negara tamu yang mempertunjukkan berbagai kesenian dan kebudayaannya di Belgia dan di sekitar 50 kota di Eropa, berlangsung 104 hari, dimulai 10 Oktober 2017 hingga 21 Januari 2018.

Europalia Arts Festival Indonersia kali ini diselenggarakan di beberapa kota dan venue di 7 negara Eropa, yakni di Belgia, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Austria dan Polandia. Festival Europalia ini menjadi ajang menduniakan keragaman budaya Indonesia yang toleran, demokratis dan modern namun tetap menjujung tinggi khasanah seni dan budaya Europalia. Diharapkan melalui dialog artistik dan karya cipta baru menjadi sentral dan mencerminkan misi EUROPALIA. Untuk itu dengan segala sesuatu yang terjadi di dunia saat ini, kita yakin akan misi ini yakni seni sebagai katalisator untuk mengenal dan saling memahami dengan lebih baik serta untuk mencapai perspektif baru yang diangkat melalui 3 (tiga) tema besarnya: Ancestors and Rituals, Biodiversity dan Exchange. Ketiganya ditampilkan melalui 5 (lima) program: Seni pertunjukan, Sastra, Pameran, Musik, dan Film, melibatkan 316 pekerja seni, seniman, budayawan pada 247 program. Pihak EUROPALIA memandang Indonesia sebagai negara multi-etnik dengan keragaman budayanya dan sudah | 4 saatnya mendapat perhatian dari masyarakat Eropa yang semakin majemuk. Bukan hanya itu saja, diharapkan juga bisa memperkuat hubungan kerjasama Indonesia dengan negara-negara Eropa serta meningkatkan people to people understanding and contact.

RAMPAI INDONESIA

Rampai Indonesia merupakan tajuk yang dicanangkan melekat pada berbagai persembahan yang dipersiapkan dengan matang dan melalui kerja keras para pelaku dan pencipta seni dan budaya yang lahir dari talenta-talenta muda, baik melalui tradisi maupun Sekolah-sekolah Tinggi Seni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari perhelatan seni dan budaya multidisiplin ini diharapkan akan terjadi interaksi antar pelaku, penikmat, pecinta dan penggagas ajang kesenian dan kebudayaan dari publik dunia. Melalui Europalia Arts Festival juga diharapkan akan meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara, demikian pula menumbuhkan kebanggaan serta memperkaya perbendaharaan seni dan budaya bangsa Indonesia. Persembahan seni tradisional dan kontemporer karya anak bangsa ini siap disuguhkan dan dalam berbagai program kegiatan yang segera dinikmati oleh khalayak pecinta seni di Eropa