Tahun Ini Kawasan Industri Ditargetkan Tarik Investasi Rp 250 Triliun

Pemerintah terus memacu pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya melalui peningkatan investasi dan ekspor. Untuk itu diperlukan langkah strategis seperti promosi kepada para pemodal mengenai iklim usaha yang kondusif di Indonesia dan perluasan pasar produk industri lokal ke kancah internasional.

“Pemerintah akan mengadakan roadshow kepada investor potensial dan rating agency agar mereka mengenal Indonesia dan mengetahui regulasi-regulasi yang sudah diperbaiki terkait penciptaan iklim investasi yang baik,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/1).

Menperin menjelaskan, pihaknya telah memfasilitasi pembangunan sejumlah kawasan industri terpadu dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang guna memudahkan para investor mengembangkan bisnisnya di Tanah Air. “Pembangunan kawasan industri juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan Indonesia sentris,” tegasnya.

Menteri Airlangga menargetkan, pada tahun 2018, nilai investasi yang bisa ditarik dari 13 kawasan industri akan mencapai Rp250,7 triliun. Ke-13 kawasan industri (KI) tersebut, yaitu KI Morowali, Sulawesi Tengah, KI atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei,  Sumatera Utara, KI Bantaeng, Sulawesi Selatan, KI JIIPE Gresik, Jawa Timur, KI Kendal, Jawa Tengah, dan KI Wilmar Serang, Banten.

Selanjutnya, KI Dumai, Riau, KI Konawe, Sulawesi Tenggara, KI/KEK Palu, Sulawesi Tengah, KI/KEK Bitung, Sulawesi Utara, KI Ketapang, Kalimantan Barat, KI/KEK Lhokseumawe, Aceh, dan KI Tanjung Buton, Riau. “Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan industri, antara lain melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal serta pembentukan satgas untuk penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Menperin, proyeksi investasi di industri secara keseluruhan sektor manufaktur pada tahun ini sebanyak Rp352 triliun. “Dengan adanya investasi di sektor industri, tercipta lapangan kerja baru dan multiplier effect seperti peningkatan nilai tambah dan penerimaan devisa dari ekspor. Oleh karenanya, industri menjadi penunjang utama dari target pertumbuhan ekonomi,” paparnya.

Baca juga  BNI Syariah Salurkan Pembiayaan Wakaf Pertama dengan Agunan Imbal Hasil CWLS

Kementerian Perindustrian mencatat, ekspor industri pengolahan nonmigas sampai November tahun 2017sebesar USD114,67 miliar atau naik 14,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sekitar USD100,36 miliar. Ekspor industri pengolahan nonmigas ini memberikan kontribusi hingga 74,51 persen dari total ekspor nasional sampai November 2017 yang mencapai USD153,90 miliar.

“Untuk menggenjot ekspor, diperlukan kemudahan akses pasar,” ujar Airlangga. Dalam hal ini, pemerintah terus berunding untuk menyepakati perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.“Kalau hambatannya itu dikurangi, seperti bea masuk ekspor, kinerja indusri tekstil dan alas kaki kita akan ikut naik,” ungkapnya.

Menperin menyampaikan, saat ini beberapa industri pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya, industri makanan dan minuman, industri kimia, industri berbasis hilirisasi baja, industri pulp dankertas, dan industri perhiasan. “Yang terpenting didukung dengan ketersediaan bahan baku dan harga energi yang kompetitif,” tegasnya.

Lebih lanjut, guna mendongkrak daya saing manufaktur nasional, hal utama lainnya yang sedang diupayakan Kemenperin adalah memfasilitasi pemberian insentif fiskal kepada industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan membangun pusat inovasi di Indonesia.

“Dalam rapat terbatas, saya sampaikan bahwa Kemenperin sudah mengajukan kepada Kementerian Keuangan terkait pemberian tax allowance sebesar 200 persen untuk vokasi dan 300 persen untuk research and development,” jelasnya.

Menperin pun menyatakan, fasilitas insentif fiskal tersebut merupakan hasil benchmark dengan Thailand dan negara lain. Diharapkan, akan turut meningkatkan daya saing Indonesia dibanding negara ASEAN lain. Apalagi, pengelolaan ekonomi di Tanah Air dinilai semakin membaik mulai dari peringkat ease of doing business yang melonjak ke posisi 72 pada tahun 2017 dan peringkat layak investasi yang diberikan lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P).

Baca juga  Pulihkan Industri Pariwisata, Pemerintah Siapkan Basis Data Terpadu bagi UMKM

Fokus lima sasaran

Pada kesempatan berbeda, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, tetap komitmen untuk fokus menyelesaikan tugas yang telah diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo. Adapun lima sasaran yang tengah dikejarnya dalam upaya membangun industri yang inklusif dan berkelanjutan.

“Pertama, kami akan terus mengembangkan pendidikan vokasi link and match hingga menghasilkan satu juta tenaga kerja terdidik pada tahun 2019,” ujarnya. Upaya ini menjadi salah satu perhatian pemerintah di tahun 2018 dalam menciptakan sumber daya manusia yang terampil, terutama di sektor industri.

“Dalam menghadapi bonus demografi, vokasi adalah solusi,” tegasnya. Menperin meyakini, tenaga kerja industri yang kompeten akan mendorong peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, yang ujungnya dapat membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.

Langkah strategis tersebut menjadi mutlak dilakukan guna turut memacu daya saing Indonesia agar kompetitif di tingkat global. Apalagi, Indonesia ditargetkan menjadi negara ekonomi terkuat ketujuh di dunia pada tahun 2030.

“Kedua, kami fokus pada pengembangan kewilayahan industri, guna mewujudkan Indonesia sentris,” kata Menperin. Upaya ini merupakan implementasi dari salah satu butir Nawacita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Ketiga, Menteri Airlangga menyampaikan, pihaknya tengah membuat roadmap Industry 4.0. Langkah ini juga untuk kesiapan dalam menghadapi era ekonomi digital yang sedang berjalan. “Tidak hanya industri skala besar, kami pun mengajak industri kecil dan menengah (IKM) agar ikut menangkap peluang dalam perkembangan teknologi manufaktur terkini,” paparnya.

Baca juga  Alumni Magang Jepang Diminati Perusahaan Asing

Terkait penelitian dan pengembangan sistem dan teknologi Industry 4.0, Kemenperin telah menjajaki kerja sama untuk melakukan kolaborasi riset dengan Tsinghua University dari China dan Institute of Technical Education (ITE) dari Singapura.

Selain itu, Kemenperin telah mencanangkan program e-Smart IKM dalam rangka mendorong para pelaku IKM nasional agar tidak tertinggal di era digitalisasi yang sedang dihadapi saat ini. Program ini akan memanfaatkan platform digital melalui fasilitasi kerja sama antara IKM dengan perusahaan start-up di Indonesia, khususnya yang bergerak di bidang e-commerce dan perusahaan ekspedisi.

Keempat, Airlangga bertekad menjalankan kebijakan hilirisasi industri, salah satunya di sektor logam. Indonesia tengah menargetkan produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025. Di samping itu, akan menghasilkan stainless steel sebanyak empat juta ton pada 2019,” ungkapnya.

Dan, kelima, yang menjadi fokus Menteri Airlangga adalah penciptaan lapangan kerja baru dari sektor industri. Pasalnya, sektor manufaktur merupakan salah satu kontributor besar bagi perekonomian nasional melalui penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak.

Kementerian Perindustrian memproyeksikan jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur pada tahun 2017 sebanyak 17,01 juta orang, naik dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 15,54 juta orang. Dengan adanya penyerapan tenaga kerja di sektor industri ini, tingkat penggangguran akan semakin berkurang.