Jaminan Aman Kemasan Pangan Polistirena untuk Kesehatan

Jakarta – Ibu-ibu kini tidak perlu kuatir ketika ingin membeli daging di supermarket yang dikemas dengan kemasan polistirena atau umumnya dikenal dengan plastik Styrofoam, karena kemasan tersebut tidaklah berbahaya seperti salah persepsi kebanyakan orang. Banyak orang yang mengira bahwa Styrofoam sebagai kemasan makanan tidak aman bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan kanker. Hal tersebut diasumsikan karena kandungan stirena di dalam kemasan tersebut. Opini tersebut dibantah oleh Kepala Laboratium Teknologi Polimer dan Membran (LPTM) ITB Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., dalam kuliah umum yang ia bawakan di kampus Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada awal Desember.

“Polistirena dan stirena adalah dua zat yang berbeda. Sama bedanya dengan karbon dan diamond (berlian). Stirena itu benar berbahaya. Tapi polistirena terutama yang sudah menjadi kemasan makanan, hanya mengandung 10-43 ppm stirena. Jumlah tersebut masih dalam batas aman sesuai standard WHO dan Badan POM. Selain itu ada beberapa makanan yang lazim kita konsumsi memiliki kandungan stirena yang tidak jauh berbeda, seperti strawberry, kopi, dan kayu manis.” terangnya dihadapan sejumlah mahasiswa teknik dari berbagai jurusan. “Jadi kalau menyatakan kemasan makanan polistirena berbahaya, berarti strawberry, kopi, dan kayu manis juga sama berbahayanya.” tambahnya.

Baca juga  Menawarkan Pilihan Baru Terbang ke Jawa Barat Lion Air Mulai 1 Juli 2019 Beroperasi di Kertajati Majalengka

Menurut Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) Food and Agriculture Organization (FAO) / World Health Organization (WHO), residu stirena masih aman bagi manusia jika jumlahnya dibawah 5000 ppm. Di negara kita sendiri, pemakaian kemasan makanan polistirena sudah diizinkan oleh pemerintah Indonesia. Izin tersebut dikeluarkan oleh Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan/Indonesia National Agency of Drug and Food Control) dalam keterangan persnya di tahun 2009, dimana mereka melakukan penelitian untuk 17 kemasan “Styrofoam” dan ditemukan bahwa residu ppm masih dalam angka yang sangat aman, yakni 10 hingga 43 ppm. Angka ini jauh di bawah level membahayakan. Lalu di tahun 2011, dalam kebijakan No. HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011, Badan POM menetapkan batas maksimal residu total monomer stirena untuk kemasan pangan, yakni sebesar 0.5% – 1% dari berat, tergantung tipe makanannya.

Baca juga  Sukses di Singapore, Advocado Bantu UMKM di Indonesia

Tapi ibu-ibu tetap perlu lebih seksama ketika akan menggunakan styrofoam yang berlogo segitiga dengan kode 6 dan PS, tidak menggunakannya sebagai wadah makanan untuk microwave dan tidak menggunakan kemasan yang sudah rusak untuk makanan yang berminyak dan berlemak, terutama jika masih panas. Jadi, selalu pastikan kemasan yang dipakai masih dalam keadaan sempurna dan berlogo sesuai standard Pemerintah.

Dalam kuliah umum tersebut, mahasiswa yang hadir cukup kritis dan memberikan banyak pertanyaan mengenai Polistirena ini. Salah satu mahasiswa dari jurusan Teknologi Bioproses Universitas Indonesia, Ananda Tri Adityasena mengatakan, “Saya dibukakan pikirannya setelah mengikuti kuliah umum ini. Ternyata kemasan dari polistirena tidak berbahaya untuk kesehatan.” Mahasiswi Semester 4 ini juga menambahkan dari sisi pengolahan sampah, bahwa penggunaan kemasan makanan apapun tetap akan berbahaya jika sampahnya tidak diolah dengan baik. “Lingkungan akan tetap dirugikan, jika kita manusia tidak mengolah dan memanfaatkan sampah semaksimal mungkin.” tambahnya.

Baca juga  Dua Rusun Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Rampung Akhir 2018

Tentang Polimer Lestari

Polimer Lestari adalah organisasi yang bergerak di bidang konsultasi, penelitian, dan pengaplikasian teknologi dalam pemanfaatan kembali polimer secara ramah lingkungan. Berpusat di Bandung, saat ini Polimer Lestari tengah mengembangkan konsep pengelolaan sampah terintegrasi berbasis komunitas untuk mengatasi masalah sampah, meringankan biaya pengelolaan sampah, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dan industri, yakni Managemen Sampah Zero (MASARO). Di tahun 2017, konsep ini tengah dikembangkan di wilayah Tinumpuk – Indramayu; Babakan – Cirebon; dan Salado – Majalengka.